Peristiwa pembebasan Kota Makkah (Fathu Makkah) merupakan salah satu momen penting dalam sejarah Islam yang dipenuhi dengan sifat kasih sayang (rahmah) Nabi Muhammad. Saat itu, pasukan Rasulullah yang kuat dan berjumlah besar menghadapi kafir Quraisy yang dipimpin oleh Abu Sufyan. Namun, meskipun situasi tersebut menunjukkan potensi konflik, kasih sayang Nabi membuat peristiwa ini terjadi tanpa setetes pun darah yang tertumpah. Pembebasan ini tidak hanya mengeluarkan Kota Makkah dari cengkeraman musuh, tetapi juga memberikan kesempatan bagi kaum kafir untuk masuk ke dalam perlindungan Nabi, sehingga banyak dari mereka yang kemudian memeluk Islam.
Dalam khutbah-khutbah Imam Besar, dijelaskan bahwa di tengah kemenangan Nabi dan kaum Muslimin, terjadi momen penting ketika Abu Sufyan dan para pemimpin Quraisy menyerah dan bersedia mengikuti petunjuk Nabi Muhammad. Nabi kemudian meminta kepada para pimpinan pasukannya untuk mengumumkan bahwa hari itu adalah “hari kasih sayang” (al-yaum yaumal marhamah).
Sebuah riwayat mencatat, setelah perang usai, seorang musuh berusaha menyelinap untuk memasuki wilayah prajurit Muslim. Usama ibn Zaid, panglima angkatan perang Nabi yang masih muda, melihat dan mengejar musuh tersebut. Musuh itu terjebak di tebing dan jurang tanpa jalan keluar. Dalam keadaan terdesak, ia meneriakkan dua kalimat syahadat di hadapan Usamah. Meskipun terkejut, Usamah dan pasukannya tidak ingin terjebak dalam taktik musuh tersebut dan akhirnya membunuhnya.
Salah satu sahabat melaporkan kejadian ini kepada Nabi Muhammad, yang kemudian marah mendengar bahwa Usamah telah membunuh orang yang sudah bersyahadat. Nabi memanggil Usamah dan menanyakan alasannya. Usamah menjelaskan bahwa tindakan musuh tersebut dianggap sebagai taktik belaka karena ia masih memegang senjata yang bisa membahayakan pasukan Muslim. Mendengar penjelasan itu, Nabi Muhammad bersabda: “Kita hanya menghukum apa yang tampak dan Allah SWT yang menghukum apa yang tersimpan di hati orang.”
Pada 10 Ramadhan 8 Hijriah (630 M), seperti dicatat oleh Karen Armstrong dalam bukunya, Nabi Muhammad kembali bergerak menuju Makkah dengan 10 ribu pengikut di belakangnya. Penduduk kota menyambut kedatangan beliau dengan tangan terbuka. Setelah menerima penyerahan Makkah, Nabi menyatakan amnesti massal bagi sebagian besar musuh-musuhnya, termasuk mereka yang telah melawannya dalam pertempuran.
Dengan hukum kesukuan yang berlaku saat itu, alih-alih menjadikan kaum Quraisy sebagai budaknya, Nabi malah mengumumkan pembebasan semua penduduk Makkah, termasuk semua budak. Tidak ada seorang pun yang dipaksa untuk masuk agama Islam. Semua orang Makkah juga diwajibkan untuk mengambil sumpah setia agar tidak berperang lagi melawan Nabi. Di antara orang Quraisy terakhir yang mengambil sumpah tersebut adalah Abu Sufyan dan istrinya, Hindun.