- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Pentingnya Menghafal dan Mengamalkan Al-Qur’an

Google Search Widget

“Jaga dan rawatlah Al-Qur’an (menghafal dan mengamalkannya), demi Zat yang jiwaku di tangan-Nya. Sungguh, Al-Qur’an lebih cepat lepas (hilang dari hafalan) daripada lepasnya unta dari ikatannya,” demikian sabda Nabi Muhammad dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari.

Umar bin Khattab adalah salah satu sahabat yang sangat memperhatikan Al-Qur’an dan penghafalnya. Pada masa kekhalifahan Abu Bakar as-Shiddiq, Umar mengusulkan agar tulisan-tulisan Al-Qur’an yang tersebar—di lempengan batu, pelepah kurma, kulit binatang, dan kepingan tulang—disusun ke dalam satu mushaf. Usulan ini muncul setelah banyaknya sahabat penghafal Al-Qur’an yang gugur dalam Perang Yamamah, di mana sebanyak 70 orang dari mereka telah terjatuh akibat peperangan melawan orang-orang yang murtad setelah wafatnya Nabi Muhammad. Melihat situasi tersebut, Umar khawatir dan mengusulkan agar Al-Qur’an dibukukan. Meskipun awalnya Abu Bakar ragu karena hal itu tidak dilakukan pada zaman Nabi, akhirnya usulan Umar disetujui.

Abu Bakar kemudian menugaskan beberapa orang untuk menyelesaikan tugas pengumpulan tulisan-tulisan Al-Qur’an, di antaranya Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, dan Ubay bin Ka’ab. Zaid bin Tsabit, sebagai sekretaris pribadi Nabi Muhammad, ditunjuk sebagai ketua pelaksana.

Ketika Umar bin Khattab menjabat sebagai khalifah, dia mengirimkan surat kepada pemimpin pasukan untuk meminta laporan mengenai jumlah prajurit yang hafal Al-Qur’an. Sebagai penghormatan, Umar berencana memberikan tunjangan kepada prajurit-prajurit tersebut. Mereka juga akan dikirim ke berbagai wilayah kekuasaan Islam untuk mengajarkan Al-Qur’an kepada umat. Salah satu pemimpin pasukan melaporkan bahwa ada lebih dari 300 prajurit yang hafal Al-Qur’an. Setelah menerima laporan itu, Umar mengirimkan surat berisi nasihat untuk para penghafal Al-Qur’an.

Umar mengingatkan bahwa Al-Qur’an merupakan pahala, kehormatan, dan simpanan bagi para penghafalnya. Oleh karena itu, para penghafal harus mengikuti Al-Qur’an, bukan sebaliknya. Mereka yang mengikuti Al-Qur’an akan dibawa masuk ke dalam surga, sedangkan mereka yang diikuti oleh Al-Qur’an akan terlempar ke dalam neraka.

“Jika engkau bisa, jadikanlah Al-Qur’an sebagai temanmu, dan jangan sampai ia menjadi musuhmu. Sebab, barang siapa yang menjadikan Al-Qur’an temannya niscaya ia akan masuk surga. Dan barangsiapa dimusuhi Al-Qur’an, niscaya ia akan masuk neraka,” kata Umar bin Khattab.

Umar juga menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah sumber petunjuk dan ilmu yang berharga. Ia menekankan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang paling dekat dengan Allah. Oleh sebab itu, Allah membuka mata yang buta, telinga yang tuli, dan hati yang tertutup dengan Al-Qur’an.

Dia melanjutkan bahwa siapa saja yang bangun di malam hari untuk bersiwak, berwudhu, bertakbir, dan membaca Al-Qur’an, maka malaikat akan meletakkan mulutnya dalam mulut orang tersebut dan berkata, “Bacalah. Bacalah. Engkau telah harum dan Al-Qur’an juga harum bagimu.”

Umar bin Khattab juga mengingatkan bahwa membaca Al-Qur’an dalam shalat adalah harta yang terpendam dan kebaikan yang tersembunyi. Oleh karena itu, dia mendorong pasukannya—dan umat Islam—untuk memperbanyak membaca Al-Qur’an karena Al-Qur’an adalah hujjah yang dapat memberatkan atau meringankan.

“Karena itu, muliakanlah Al-Qur’an dan jangan rendahkan. Sebab, Allah memuliakan orang yang memuliakan Al-Qur’an dan merendahkan orang yang merendahkan Al-Qur’an,” ujarnya.

Umar menegaskan bahwa barang siapa membaca, menghafal, dan mengamalkan Al-Qur’an serta mengikuti apa yang terkandung di dalamnya, maka ia memiliki doa yang mustajab di sisi Allah. Jika Dia menghendaki, doa tersebut akan dikabulkan di dunia; jika tidak, doa tersebut akan menjadi simpanan baginya di akhirat.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

March 10

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?