Nabi Muhammad saw. dikenal sebagai sosok yang memahami keadaan sahabat-sahabatnya dengan baik. Beliau memberikan pengajaran atau informasi sesuai dengan pemahaman masing-masing sahabat, tanpa memberikan materi yang terlalu berat bagi mereka yang baru bergabung di majelisnya. Terkadang, Nabi Muhammad juga menyampaikan pesan khusus kepada seorang sahabat, yang tidak diperbolehkan untuk dibagikan kepada sahabat lainnya. Hal ini terjadi pada Muadz bin Jabal, seorang sahabat senior Nabi.
Suatu ketika, Nabi Muhammad dan Muadz bin Jabal melakukan perjalanan dengan unta. Dalam perjalanan tersebut, Nabi Muhammad memanggil Muadz hingga tiga kali. Setelah Muadz berkonsentrasi, Nabi Muhammad menyampaikan pesan mengenai orang yang diharamkan Allah dari siksa api neraka. Beliau bersabda, “Tiada seorang pun hamba yang bersaksi dengan sungguh-sungguh dari dalam hatinya bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, kecuali Allah akan haramkan dirinya disentuh api neraka.” Pesan ini diambil dari kitab al-Ilm karya Bukhari.
Muadz bin Jabal merasa gembira dengan pesan tersebut dan meminta izin untuk menyebarluaskannya kepada sahabat-sahabat lainnya agar mereka juga merasakan kebahagiaan yang sama. Namun, Nabi Muhammad melarangnya, dengan alasan bahwa jika informasi itu disebarkan, dikhawatirkan sahabat-sahabat lainnya akan ‘mengandalkan’ informasi tersebut.
Larangan ini dipahami oleh para ulama sebagai upaya agar orang-orang tidak terlalu bergantung pada dua kalimat syahadat. Ada juga pendapat lain yang menyebutkan bahwa hadits-hadits yang mengandung keringanan tidak seharusnya disampaikan kepada orang awam, demi menghindari kesalahpahaman.
Muadz bin Jabal memegang erat sabda Nabi itu hingga menjelang akhir hidupnya. Ketidakmampuannya untuk menyimpan informasi tersebut membuatnya akhirnya membagikan ‘pesan rahasia’ itu kepada orang lain. Ia merasa perlu untuk menghindari dosa karena menyimpan ilmu pengetahuan hanya untuk dirinya sendiri.
Sikap Muadz bin Jabal ini mencerminkan kebiasaan yang dilakukan oleh para sahabat dan ulama setelahnya, yaitu tidak sembarangan menyampaikan ilmu pengetahuan kepada semua orang, terutama orang awam, untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman. Wallahu ‘Alam.