Dalam tradisi Arab pada masa lalu (Quraisy), orang tua sering menitipkan anak-anak mereka di perkampungan Badui untuk disusui selama beberapa tahun. Praktik ini dilakukan sebagai upaya untuk menghindari wabah menular yang biasa terjadi di daerah perkotaan seperti Makkah. Imam al-Suhaili menyebutkan bahwa alasan lain di balik tradisi ini adalah agar anak-anak tumbuh dalam lingkungan pedesaan, sehingga mereka menjadi lebih fasih dalam bertutur dan lebih kuat secara fisik.
Kefasihan dalam berbahasa Arab pada masyarakat Badui dianggap lebih murni dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di kota. Hal ini dibuktikan oleh ucapan Sayyidina Abu Bakr al-Shiddiq yang mengagumi kefasihan Rasulullah, dan Rasulullah pun menjelaskan bahwa ia berasal dari Quraisy dan tumbuh di Bani Sa’d, yang merupakan suku Badui.
Tsuwaybah al-Aslamiyyah, budak wanita Abu Lahab, adalah salah satu perempuan yang menyusui Nabi Muhammad setelah ibunya, Sayyidah Aminah, menyusuinya selama tujuh hari. Selain Nabi Muhammad, Tsuwaybah juga menyusui Sayyidina Hamzah bin Abdul Muttalib dan Abdullah bin Jahs, sehingga mereka menjadi saudara sepersusuan. Meskipun ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai keislaman Tsuwaybah, yang jelas Rasulullah sangat menghormatinya.
Setelah beberapa hari disusui oleh Tsuwaybah, Sayyidah Aminah menitipkan Rasulullah kepada Halimah binti Abu Dzuaib dari Bani Sa’d. Awalnya Halimah ragu untuk menerima Rasulullah yang yatim, namun akhirnya ia mengambilnya dan merasa beruntung. Sejak Rasulullah tinggal bersamanya, Halimah merasakan berkah yang luar biasa. Unta dan kambingnya yang sebelumnya kurus kini menjadi sehat dan penuh susu. Halimah bahkan mengungkapkan keyakinannya bahwa Rasulullah adalah anak yang diberkahi.
Ketika Rasulullah berusia dua tahun, Halimah harus mengembalikannya kepada ibunya. Namun, merasa berat berpisah, ia membujuk Sayyidah Aminah untuk mengizinkannya merawat Rasulullah lebih lama. Setelah mendapatkan izin, Rasulullah kembali tinggal bersama Halimah hingga tumbuh dewasa.
Halimah al-Sa’diyyah akhirnya memeluk agama Islam, meski tidak langsung dari Rasulullah. Sebelum wafatnya di tahun 9/10 Hijriah, ia berhasil bertemu kembali dengan Rasulullah dan mengingat masa-masa saat merawatnya. Halimah meninggalkan tiga orang anak dari pernikahannya, dan ketiga anaknya juga memeluk Islam.
Cerita tentang para perempuan mulia yang menyusui Nabi Muhammad menunjukkan betapa pentingnya peran mereka dalam kehidupan Nabi dan dalam sejarah Islam. Mereka bukan hanya sekadar pengasuh, tetapi juga bagian dari perjalanan spiritual dan sosio-kultural yang melatarbelakangi kehidupan seorang Rasul.