Rasulullah menjalin persahabatan yang erat dengan Mukhairiq, seorang pendeta Yahudi dari Kabilah Qainuqa’. Mukhairiq dikenal sebagai sosok yang alim dan kaya, memiliki banyak perkebunan kurma di Madinah. Meski berbeda keyakinan, ia senantiasa membantu Rasulullah, baik secara moral maupun materiil. Ia tampil sebagai pembela umat Islam ketika komunitas Yahudi melanggar Piagam Madinah, sebuah perjanjian penting yang mengikat berbagai suku dan agama di Madinah untuk saling mendukung dan melindungi.

Ketika terjadi konflik antara umat Islam dan kelompok Yahudi, Mukhairiq memilih untuk berdiri bersama Rasulullah. Ia menegaskan bahwa pelanggaran Piagam Madinah oleh sekelompok Yahudi tidak bisa dibiarkan. Dalam bukunya, Budhy Munawar-Rachman menarasikan bahwa Mukhairiq merasa penting untuk mempertahankan perjanjian tersebut.

Selain itu, Mukhairiq juga turut berpartisipasi dalam Perang Uhud. Ia tidak hanya berperang di barisan umat Islam, tetapi juga mengajak komunitas Yahudi di Madinah untuk bersatu melawan kafir Quraisy. Namun, ajakan tersebut ditolak karena bertepatan dengan Hari Sabat. Mukhairiq menegaskan, “Tidak ada perayaan Hari Sabat bagi kalian!” seperti tertulis dalam kitab Sirah Nabawiyyah.

Sebelum berangkat ke Perang Tabuk, Mukhairiq membuat pengumuman penting. Ia menyatakan bahwa seluruh hartanya akan diserahkan kepada Rasulullah jika ia meninggal dalam peperangan. Ketika Mukhairiq akhirnya gugur di Perang Uhud, semua hartanya diterima oleh Rasulullah dan digunakan untuk membiayai kehidupan umat Islam di Madinah.

Rasulullah memberikan penghormatan khusus kepada Mukhairiq dengan menyebutnya sebagai sebaik-baik orang Yahudi (Mukhairiq khairul yahud). Kisah persahabatan ini menunjukkan bahwa meskipun terdapat perbedaan keyakinan, Mukhairiq dan Rasulullah tetap saling menghormati dan menjalin hubungan yang kuat hingga akhir hayatnya.