- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Perjuangan Menegakkan Keadilan dalam Sejarah Rasulullah

Google Search Widget

Pada zaman Jahiliyah, kekuatan dan kekuasaan menjadi ukuran utama dalam masyarakat. Mereka yang berkuasa bebas melakukan tindakan sewenang-wenang, termasuk merampas hak orang lain dan menindas yang lemah. Keadilan hanya menjadi milik para penguasa, sementara orang-orang yang tidak memiliki aliansi suku tidak mendapatkan haknya. Situasi ini terus berlangsung sampai terjadinya Perang Fijar, sebuah konflik antara suku Kinanah yang didukung oleh Quraisy melawan suku Hawazin.

Perang Fijar dipicu oleh terbunuhnya seorang laki-laki dari suku Hawazin oleh anggota suku Kinanah. Kejadian ini menyebabkan suku Hawazin merasa teraniaya dan menyerang Kinanah. Meskipun Quraisy tidak terlibat langsung, mereka tetap campur tangan karena Kinanah adalah sekutunya. Peperangan ini berlangsung selama lima hari, namun ketegangan antara kedua pihak terus berlanjut selama tiga hingga empat tahun. Pada waktu itu, Rasulullah berusia 15 tahun dan ikut ambil bagian dalam Perang Fijar bersama pamannya.

Setelah perang berakhir, sebuah peristiwa terjadi yang mengusik rasa keadilan. Seorang pedagang dari Yaman kehilangan barang dagangannya akibat tindakan tidak terpuji dari salah satu anggota Bani Sahm. Meskipun tidak memiliki dukungan dari suku manapun di Makkah, pedagang Yaman tersebut meminta bantuan Quraisy untuk menegakkan keadilan.

Berdasarkan buku “Muhammad: Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik” oleh Martin Lings, peristiwa-peristiwa tersebut menjadi titik balik bagi masyarakat Makkah untuk menyusun hukum bersama. Mereka mulai menyadari bahwa kondisi seperti ini tidak dapat dibiarkan terus menerus. Pertemuan diadakan di rumah Abdullah bin Jud’an, seorang yang paling kaya di Makkah, dengan dihadiri oleh berbagai kabilah seperti Bani Hasyim, Bani Muthalib, Bani Asad, dan lainnya. Hanya Bani Naufal dan Bani Abdul Syam yang tidak hadir.

Dalam pertemuan tersebut, mereka sepakat untuk membuat Perjanjian Kehormatan (Hilful Fudhul), di mana para pemimpin kabilah setuju bahwa keadilan harus ditegakkan dan pihak-pihak yang teraniaya harus dibela. Rasulullah, yang saat itu berusia 15 tahun, juga hadir dan ikut berikrar untuk menegakkan keadilan bagi semua orang yang terdzalimi. Ia sangat menghormati perjanjian tersebut dan menyatakan bahwa jika ia diundang untuk hadir dalam perjanjian itu pada masa Islam, ia akan memenuhi undangan tersebut.

Perjanjian Kehormatan ini menjadi contoh penting dalam sejarah perjuangan menegakkan keadilan dan menunjukkan komitmen masyarakat Arab pada saat itu untuk melawan ketidakadilan.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

March 6

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?