Isra’ dan Mi’raj adalah peristiwa yang diabadikan dalam Al-Qur’an sebagai bukti keagungan Allah terhadap hamba-Nya yang paling dicintai, Rasulullah Saw. Dalam QS Al-Isra’: 1, Allah berfirman:
سُبۡحَـٰنَ ٱلَّذِیۤ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَیۡلࣰا مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ إِلَى ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡأَقۡصَا ٱلَّذِی بَـٰرَكۡنَا حَوۡلَهُۥ لِنُرِیَهُۥ مِنۡ ءَایَـٰتِنَاۤۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِیعُ ٱلۡبَصِیرُ
Artinya: “Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjid Al-Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.”
Dalam sejarah, Rasulullah bertemu dengan para nabi dan rasul selama perjalanan Isra’ dan Mi’raj sebagai bentuk penguatan keimanan bagi dirinya dan umatnya terhadap kebenaran risalah dari Allah. Pertemuan ini juga menjadi ajang silaturahmi serta pengukuhan Rasulullah sebagai panutan seluruh nabi dan rasul, baik di Masjid Al-Aqsa maupun di langit.
Namun, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai pertemuan Rasulullah dengan para nabi di langit.
Sebagian ulama berpendapat bahwa pertemuan ini hanya melibatkan ruh, karena para nabi telah wafat dan jasadnya terkubur di dalam tanah. Kecuali untuk Nabi Isa, yang bertemu secara ruh dan jasad, karena beliau diangkat ke langit dengan ruh dan jasadnya. Ibnu Rajab Al-Hanbali menyatakan bahwa yang dilihat Rasulullah di langit dari para nabi adalah ruh mereka, kecuali Nabi Isa.
Di sisi lain, sebagian ulama berpendapat bahwa pertemuan ini terjadi secara jasad dan ruh sebagai bentuk penghormatan kepada Rasulullah. Pendapat ini dikuatkan dengan riwayat hadits yang menyebutkan bahwa Nabi Adam dan para nabi lainnya dibangkitkan, kemudian Rasulullah mengimami shalat mereka.
Mula Al-Qari dalam kitab Mirqatul Mafatih menegaskan bahwa pendapat yang paling tepat adalah pertemuan secara jasad dan ruh, dengan beberapa alasan sebagai berikut:
- Jasad para nabi dan rasul tidak hancur di dalam perut bumi. Oleh karena itu, sangat mungkin bila mereka didatangkan oleh Allah bersamaan dengan jasad mereka sebagai bentuk penghormatan kepada Rasulullah. Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda bahwa Allah mengharamkan bumi untuk memakan jasad para nabi.
- Para nabi hidup dan shalat di dalam kuburan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan mereka di alam barzakh adalah bersamaan dengan ruh dan jasad. Seandainya kehidupan para nabi terbatas hanya pada ruh, maka tidak mungkin mereka menempati kuburan dan shalat di dalamnya.
- Pertemuan secara ruh dan jasad merupakan kesempurnaan memuliakan kedatangan Rasulullah di langit. Tidak ada penghalang untuk terwujudnya pertemuan dengan para nabi secara ruh dan jasad dari sudut pandang logika maupun dalil Al-Qur’an dan hadits.
Adapun pertemuan Rasulullah dengan para nabi di Masjid Al-Aqsa, pendapat yang kuat menyatakan bahwa pertemuan ini juga terjadi secara ruh dan jasad. Peristiwa ini adalah jawaban dari doa para nabi yang sangat ingin bertemu dengan Rasulullah setelah mengetahui kemuliaan dan keagungan beliau dalam kitab suci mereka. Imam Jalaluddin As-Suyuthi menjelaskan bahwa Allah menjalankan para nabi dengan jasad mereka agar Rasulullah dapat melihat mereka, mengimami shalat mereka, dan mendapatkan kemuliaan dengan melihat Rasulullah, yang telah dibaca keutamaan dan kemuliaannya dalam kitab-kitab suci mereka.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa ulama berbeda pendapat tentang pertemuan Rasulullah dengan para nabi di langit. Ada yang berpendapat bahwa pertemuan tersebut hanya melibatkan ruh, sementara ada juga yang menyatakan bahwa pertemuan tersebut melibatkan ruh dan jasad. Namun, pertemuan Rasulullah dengan para nabi di Masjid Al-Aqsa diyakini terjadi secara ruh dan jasad.