- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Kisah Akhlak Mulia Rasulullah

Google Search Widget

Banyak cerita menarik yang menunjukkan keluhuran budi dan akhlak Rasulullah SAW. Ketika menghadapi berbagai tantangan, beliau selalu menunjukkan pengendalian pikiran dan perasaan yang luar biasa, berbeda dengan para Nabi sebelumnya seperti Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Luth, Nabi Shaleh, hingga Nabi Musa. Salah satu momen yang terkenal adalah ketika Malaikat Jibril menawarkan untuk menghancurkan kaum Thaif yang telah berbuat aniaya kepada beliau. Namun, Nabi Muhammad justru menjawab, “Mereka itu orang-orang yang belum mengerti.”

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa orang-orang yang belum memahami ajaran Allah masih memiliki kesempatan untuk belajar dan menerima hidayah. Sebuah contoh lain adalah ketika seorang warga Baduy tidak tahu di mana harus kencing, sehingga beberapa sahabat merasa marah karena ia melakukannya di pojokan Masjid Nabawi. Rasulullah berusaha menenangkan para sahabat dan mengajarkan nilai-nilai tatakrama dalam memperlakukan orang asing, dengan memerintahkan salah satu sahabat untuk membersihkan tempat tersebut.

Kisah Nenek Yahudi yang sering memprovokasi orang untuk menjauhi Rasulullah juga tak kalah menarik. Ketika nenek tua itu bertanya tentang sosok lelaki yang sering memberinya roti, Abu Bakar, dalam penyamarannya sebagai khalifah, menjawab, “Orang itu sudah wafat.” Saat ditanya siapa orang baik itu, Abu Bakar menjelaskan bahwa dia adalah Muhammad, Rasulullah.

Dari sini kita bisa melihat bahwa ciri seorang Muslim yang mencintai Nabi Muhammad adalah kemampuan untuk memaafkan orang lain yang telah berbuat zalim. Bukan hanya karena kebaikan orang lain kepada kita atau memberi lebih dari apa yang kita terima, tetapi juga ketika kita mampu memberi kepada mereka yang enggan memberi.

Contoh lainnya adalah ketika seorang kakek tua yang sering mencaci-maki Rasulullah jatuh sakit. Beliau justru menjenguknya sambil membawa kurma segar. Tindakan ini menggambarkan bahwa memaafkan mereka yang berbuat zalim memerlukan kebesaran hati, seperti yang dicontohkan Rasulullah.

Kita sering kali terpengaruh oleh suasana sosial sehingga perilaku kita bergantung pada situasi. Namun, cinta dan loyalitas kepada Rasulullah tidak dapat dipengaruhi oleh apa yang sedang tren dalam masyarakat. Terlepas dari perlakuan buruk orang lain, seorang Muslim sejati akan tetap konsisten pada nilai-nilai kebaikan, mengikuti perintah Allah dan akhlak Rasulullah.

Rasulullah pernah mengatakan, “Tak ada masalah bagi orang yang baik kualitas imannya, karena ia akan teguh bersabar saat keburukan menimpanya dan terus bersyukur saat kenikmatan datang.” Orang seperti ini tidak terpengaruh oleh reaksi masyarakat. Bahkan jika tahu bahwa kiamat akan datang esok hari, ia akan tetap menanam pohon hari ini.

Cinta kepada Rasulullah juga menjadi tanda bagi umat Islam untuk mencintai sejarah dan literatur tentang kenabian. Mereka berusaha untuk memahami hadis-hadis dengan benar dan tidak sekadar menerima informasi tanpa sanad yang jelas. Sebab, “Orang yang dikehendaki kebaikan terhadapnya, Tuhan akan memudahkan baginya pemahaman tentang segala sesuatu,” demikian sabda Nabi.

Pertanyaannya adalah apakah kita serius mencintai Rasulullah atau hanya sekadar fanatik terhadap tokoh tertentu yang mengaku keturunan beliau namun tidak mencerminkan akhlak beliau? Jika kita mencintai Rasulullah dengan tulus, insya Allah akan ada jalan bagi kita untuk mencintai mursyid atau ulama yang benar-benar mumpuni dan berakhlak sesuai dengan ajaran beliau.

Dalam Al-Qur’an (al-Ahzab: 21) dijelaskan bahwa pada kepribadian Rasulullah terdapat suri tauladan yang baik (uswah hasanah) yang harus menjadi pedoman bagi umat Islam dalam menjalani hidup. Dengan demikian, kehidupan di dunia ini dapat selaras dengan ajaran Rasulullah sebaik mungkin.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

March 10

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?