Perjalanan Isra’ Mi’raj membawa banyak hikmah, di antaranya adalah pengenalan sebagian kekuasaan Allah kepada Nabi Muhammad saw. Saat itu, beliau sedang mengalami kesedihan mendalam akibat kehilangan orang-orang tercinta. Dalam surat al-Isra’, Allah berfirman, “Mahasuci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami,” (QS. al-Isra’ [17]: 1).
Salah satu kekuasaan Allah yang diperlihatkan kepada Nabi Muhammad saw adalah Baitul Ma’mur. Dalam Al-Quran, tepatnya dalam surat ath-Thur, Baitul Ma’mur disebutkan dan dijadikan sumpah oleh Allah.
وَالْبَيْتِ الْمَعْمُورِ، وَالسَّقْفِ الْمَرْفُوعِ ، وَالْبَحْرِ الْمَسْجُورِ
Artinya, “Demi Baitul Ma’mur, dan demi atap (langit) yang ditinggikan,” (QS. ath-Thur [52]: 4-5).
Penggunaan Baitul Ma’mur sebagai sumpah menyimpan hikmah dan rahasia yang mendalam. Dalam hadits tentang perjalanan mi’raj, Rasulullah saw menjelaskan bahwa beliau melihat Baitul Ma’mur. Ia bertanya kepada Jibril, yang menjelaskan, “Ini Baitul Ma’mur di mana setiap hari 70 ribu malaikat shalat di dalamnya. Ketika mereka keluar darinya, tidak pernah kembali lagi hingga hari kiamat.” (HR Al-Bukhari).
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan bahwa para malaikat beribadah di Baitul Ma’mur dengan melakukan thawaf, sama seperti penduduk bumi yang thawaf di Ka’bah. Baitul Ma’mur terletak di langit ketujuh, tepat di bawah Arasy dan sejajar dengan posisi Ka’bah di bumi. Dengan demikian, jika ada batu dari Baitul Ma’mur yang jatuh, ia akan jatuh ke atas Ka’bah. Kehormatannya di langit sama seperti kehormatan Ka’bah di bumi.
Di sana, Rasulullah saw juga menjumpai Nabi Ibrahim as yang tampak dengan wajah tampan dan bersandar pada salah satu dinding Baitul Ma’mur.
Namun, terdapat berbagai pendapat mengenai Baitul Ma’mur. Al-Mawardi menyebutkan empat pendapat utama. Pendapat pertama menganggap Baitul Ma’mur sebagai bangunan yang merupakan Ka’bah bagi para malaikat, di mana setiap hari 70 ribu malaikat beribadah di sana. Pendapat ini diriwayatkan oleh Qatadah dari Anas bin Malik dan juga disampaikan oleh Ali serta Ibnu Abbas.
Pendapat kedua menyatakan bahwa Baitul Ma’mur adalah bangunan yang berada di atas enam langit, tepat di bawah langit ketujuh yang disebut adh-Dharah. Di sini juga setiap hari terdapat 70 ribu malaikat yang shalat.
Pendapat ketiga menyebutkan bahwa Baitul Ma’mur berada di bumi di tempat Ka’bah pada zaman Nabi Adam as. Namun, setelah umat Nabi Nuh as enggan beribadah ke sana, Baitul Ma’mur diangkat ke langit.
Pendapat keempat menganggap bahwa Baitul Ma’mur adalah Baitul Haram, karena kata ma’mur memiliki makna ramai pengunjung dan kedudukan yang tinggi.
Beberapa ulama menambahkan bahwa setelah menciptakan dan menempatkan Baitul Ma’mur di bawah Arasy, Allah memerintahkan malaikat untuk thawaf di sana serta meminta penduduk bumi untuk membangun bangunan serupa. Konon, bangunan tersebut dibangun dua ribu tahun sebelum penciptaan Nabi Adam as dan dinamakan adh-Dharah.
Wallahu ‘alam.