- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Kedamaian yang Dicontohkan Nabi Muhammad di Tengah Konflik Israel-Palestina

Google Search Widget

Baitul Maqdis di Yerusalem adalah titik pertemuan agama-agama samawi: Yahudi, Nasrani, dan Islam. Baitul Maqdis juga menjadi kiblat pertama umat Islam sebelum Rasulullah saw memindahkannya ke Masjidil Haram di Makkah pada hari Selasa pertengahan bulan Sya’ban.

Ironisnya, saat ini Baitul Maqdis yang menjadi kiblat bersama tidak cukup untuk menjadikan Palestina dan Israel hidup berdamai. Israel dengan sumber daya dan kekuatannya terus melakukan pendudukan, pencaplokan, perluasan wilayah, dan blokade terhadap wilayah Palestina.

Tidak hanya itu, Israel juga mengusir warga Palestina dari rumah mereka sehingga kerap memicu kelompok Hamas untuk menembakkan roket ke wilayah Israel. Bentrokan fisik sering terjadi antara tentara Israel dengan warga Palestina, bahkan sering berujung tragis dengan penembakan warga sipil Palestina.

Peperangan mengakibatkan kepedihan dan kondisi tragis dengan hilangnya nyawa manusia secara sia-sia. Nabi Muhammad mencontohkan diplomasi damai dengan mengedepankan titik temu, bukan memperuncing perbedaan yang hanya akan menambah konflik berkepanjangan.

Dahulu, di Yatsrib (Madinah), seperti yang dijelaskan oleh Muhammad Husain Haekal dalam Sejarah Hidup Muhammad (1980), Rasulullah melaksanakan kebijakan politik tingkat tinggi dengan mewujudkan “Persatuan Yatsrib” mengingat konflik antar-kabilah atau suku yang berlangsung selama 120 tahun. Nabi Muhammad juga meletakkan dasar kenegaraan dalam Piagam Madinah dengan mengadakan persetujuan dengan pihak Yahudi atas landasan musyawarah dan persekutuan yang erat.

Kaum Yahudi menyambut baik Nabi Muhammad atas tujuannya menyatukan masyarakat Yatsrib. Nabi Muhammad bermusyawarah dengan para kepala suku yang selama ini lekat dengan konflik, baik dari suku Quraiza, Suku Nadir, dan Suku Qainuqa. Begitu juga dengan kaum Nasrani.

Semua pembesar suku didekatkan oleh Nabi Muhammad. Dasar Nabi Muhammad sederhana, yaitu karena mereka adalah Ahli Kitab dan kaum Monoteis. Lebih dari itu, ketika kaum Muslimin berpuasa, mereka juga ikut berpuasa karena ajaran umat-umat terdahulu. Bedanya, umat Islam telah disyariatkan dengan jelas oleh Nabi Muhammad.

Dari sisi arah kiblat, pada waktu itu arah kiblat dalam sembahyang masih sama ke arah Baitul Maqdis, titik perhatian mereka, tempat terkumpulnya keluarga Israil. Dijelaskan oleh Husain Haekal, persahabatan dengan pihak Yahudi serta persahabatan pihak Yahudi dengan Nabi Muhammad makin hari makin erat.

Kewibawaan Nabi Muhammad begitu jelas terlihat di depan masyarakat Yatsrib karena akhlak mulia, rendah hati, sarat kasih sayang, selalu memenuhi janji, pemurah, terbuka kepada fakir miskin, dan selalu hadir bagi orang yang hidup menderita.

Nabi Muhammad berhasil menyatukan masyarakat Madinah dengan ikatan perjanjian persahabatan dan persekutuan serta menetapkan kebebasan beragama. Namun, Nabi Muhammad sesuai musyawarah juga menetapkan hukuman bagi siapa saja dari kaum mana pun dan dari suku apa pun yang melanggar kesepakatan dalam Piagam Madinah.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

November 22

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?