Alangkah beruntungnya mereka yang masuk Islam lebih dulu dibanding mereka yang masuk belakangan. Bani Umayyah merupakan salah satu bagian dari klan Quraisy di Makkah. Mereka terhitung sebagai salah satu kelompok penting di kota itu karena memiliki banyak tokoh-tokoh terkemuka dan kekayaan harta yang berlimpah. Muawiyah bin Abu Sufyan adalah pendiri sekaligus khalifah pertama dari dinasti ini.
Dalam catatan sejarah dakwah Nabi Muhammad, Bani Umayyah merupakan kelompok yang terlambat masuk Islam. Mereka baru memeluk agama ini setelah peristiwa Fathu Makkah (Penaklukan Kota Makkah) yang terjadi pada 20 Ramadhan tahun 8 H. Sejak agama Islam mulai disebarkan oleh Rasulullah, Bani Umayyah memandang ajaran ini sebagai ancaman yang harus terus dilawan. Mereka khawatir jika Islam dibiarkan besar dan berjaya di Makkah, posisi mereka baik secara sosial maupun ekonomi akan terancam. Berbagai upaya dilakukan mereka untuk melemahkan dakwah Islam secara masif.
Belakangan, ketika mulai menyadari kebenaran agama Islam, mereka berbondong-bondong memeluk agama ini. Mereka menyesali keterlambatan tersebut. Andaikan tahu sejak awal bahwa Islam datang bukan untuk mengusik eksistensi Bani Umayyah di Makkah, tetapi untuk menyelamatkan dari kesesatan agama jahiliyah, pasti mereka sudah menjadi Muslim lebih dulu.
Imam Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wan Nihayah mencatat surat Abu Sufyan kepada Muawiyah, putranya, setelah diangkat sebagai amir negeri Syam menggantikan kakaknya, Yazid bin Abu Sufyan. Surat tersebut berisi penyesalan Abu Sufyan karena Bani Umayyah terlambat masuk Islam.
Isi suratnya:
يَا بُنَيَّ إِنَّ هَؤُلَاءِ الرَّهْطَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ سبقونا وتأخرنا فرفعهم سبقهم وقدمهم عِنْدَ اللَّهِ وَعِنْدَ رسوله، وقصر بنا تأخيرنا فصاروا قادة وسادة. وَصِرْنَا أَتْبَاعًا، وَقَدْ وَلَّوْكَ جَسِيمًا مِنْ أُمُورِهِمْ فَلَا تُخَالِفْهُمْ.
Artinya: “Wahai putraku, sekelompok kaum Muhajirin telah mendahului kita, sementara kita terlambat. Mereka memiliki kedudukan yang tinggi dan utama di hadapan Allah dan Rasul-Nya karena mereka yang pertama-tama dan dahulu masuk Islam. Sedangkan kedudukan kita rendah karena terlambat masuk Islam.”
“Dengan begitu, mereka menjadi pemimpin dan penguasa, sedangkan kita hanya menjadi pengikut. Mereka telah mengangkatmu dalam urusan mereka yang sangat besar, karena itu jangan salahi perintah mereka.” (Ibnu Katsir, Al-Bidayah wan Nihayah, [], juz VIII, h. 126)
Pernyataan salah satu tokoh besar Bani Umayyah itu jelas sebuah penyesalan yang mendalam. Sebab, kelompok yang lebih dahulu masuk Islam akan memperoleh posisi penting di tengah umat Islam dan dipercayai untuk menempati posisi-posisi penting di pemerintahan. Secara periodik, golongan as-sabiqunal awwalun adalah umat Muslim yang beriman sebelum terjadi peristiwa Fathu Makkah (Penaklukan Kota Makkah).
Keutamaan mereka dijelaskan dalam firman Allah swt dalam Al-Qur’an surat al-Hadid berikut:
لَا يَسۡتَوِي مِنكُم مَّنۡ أَنفَقَ مِن قَبۡلِ ٱلۡفَتۡحِ وَقَٰتَلَۚ أُوْلَٰٓئِكَ أَعۡظَمُ دَرَجَةٗ مِّنَ ٱلَّذِينَ أَنفَقُواْ مِنۢ بَعۡدُ وَقَٰتَلُواْۚ وَكُلّٗا وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلۡحُسۡنَىٰۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ
Artinya: “Tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Mekah). Mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Menafsirkan ayat di atas, Imam Fakhruddin ar-Razi menjelaskan bahwa sejumlah ulama ahli teologi (tauhid) menjadikan ayat ini sebagai bukti keutamaan orang-orang yang lebih dahulu masuk Islam, menginfakkan harta di jalan Allah, dan ikut berjihad menegakkan agama Islam. (Fakhruddin ar-Razi, Mafatihul Ghaib, [Beirut: Darul Fikr, 1981], juz 29, h. 220)
Kendati Bani Umayyah masuk Islam terlambat sehingga tidak termasuk dalam predikat as-sabiqunal awwalun, keberpihakan mereka kepada ajaran Islam berubah drastis setelah menyatakan memeluk agama ini. Seolah mereka ingin ‘membayar’ kesalahan-kesalahan mereka sebelum menjadi Muslim dulu. Kesungguhan mereka di antaranya dibuktikan dalam keikutsertaan di berbagai medan jihad melawan tentara musuh.
Berkat kegigihan mereka, Rasulullah mengapresiasi betul apa yang telah mereka perbuat demi tegaknya dakwah Islam. Terbukti, Rasulullah memberikan posisi penting bagi Umayyah di pemerintahan agar mereka bisa lebih mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Terkait Abu Sufyan, Rasulullah sendiri pernah bersabda, “Barangsiapa memasuki rumah Abu Sufyan, ia akan aman.” Ini merupakan keistimewaan yang tidak Nabi berikan kepada orang lain.
Kepercayaan Rasulullah kepada Bani Umayyah juga terlihat ketika beliau mengabulkan permohonan Abu Sufyan untuk mengangkatnya menjadi wali kota Najran. Selain itu, beliau juga mengangkat Attab bin Usaid bin Abdul Aish bin Umayah bin Abdusy Syams (salah satu tokoh Bani Umayyah) sebagai wali kota pertama di Makkah.
Kemudian, Rasulullah juga mengangkat Amr bin Sa’id bin Umayyah sebagai kepala desa Khaibar, Wadil Qura, Taima’, dan Tabuk; mengangkat Khalid bin Sa’id bin Ash sebagai wali kota Shan’a; mengangkat Aban bin Sa’id bin Ash sebagai amir Bahrain. Selain itu, Aban dan Khalid (kedua putra Sa’id bin Ash), Muawiyah bin Abu Sufyan, dan Utsman bin Affan juga diangkat sebagai sekretaris Rasulullah. (Abdusyafi Muhammad, Al-‘Alamul Islami fil ‘Ashril Umawi Dirasah Siyasiyyah, [Kairo: Darusalam, 2008], h. 23)
Sikap Rasulullah kepada sejumlah tokoh Bani Umayyah menunjukkan bahwa mereka memiliki kontribusi besar dan sebab itu mendapat kepercayaan dari beliau. Andai mereka tidak memiliki kompetensi itu, tidak mungkin Rasulullah menyerahkan amanat-amanat penting itu kepada mereka.