Nabi Muhammad SAW adalah sosok yang memiliki etos kerja tinggi, baik dalam kesehariannya, saat memimpin, maupun ketika berdakwah. Etos kerja ini membuat Nabi Muhammad dan para sahabatnya berhasil dalam mengemban risalah Islam. Lebih dari itu, teladan etos kerja Nabi Muhammad mengajarkan umatnya untuk tidak malas dan berpangku tangan.
Dalam berdakwah, Nabi Muhammad tidak pernah memaksakan Islam. Ia menyampaikan kebenaran Islam melalui akhlak mulianya sehingga Islam diterima dengan baik oleh siapa pun. Nabi dan pengikutnya juga tidak memulai peperangan. Perang yang dilakukan oleh Nabi dan umatnya adalah bentuk pertahanan diri dari serangan kaum musyrikin, sesuai dengan kewajiban agama.
Habib Luthfi bin Yahya dalam buku “Secercah Tinta” (2012) mengungkapkan tiga penopang keberhasilan dakwah Nabi Muhammad yang diambil dari sebuah ayat Al-Qur’an:
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Artinya: “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS At-Taubah: 128)
Dari ayat tersebut, Allah SWT memperkenalkan kedudukan Nabi Muhammad sebagai manusia pilihan. Ayat ini menguraikan beberapa keistimewaan Rasulullah yang menjelaskan mengapa beliau adalah utusan yang luar biasa:
- Azizun ‘alaih ma’anittum (berat terasa olehnya penderitaanmu): Sepanjang hidupnya, Nabi Muhammad selalu memikirkan umatnya dan tidak menginginkan mereka menderita di hari kemudian. Bahkan, ketika Malaikat Izrail mendatangi untuk mencabut nyawanya, Nabi tetap memikirkan nasib umatnya.
- Harishun ‘alaikum (sangat menginginkan keimanan dan keselamatan bagimu): Ini menunjukkan cinta, kasih sayang, serta harapan Nabi Muhammad kepada umatnya.
- Bil mu’minina raufur rahim (amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin): Beliau memiliki rasa kasih sayang yang mendalam kepada kaum beriman.
Ketiga sifat ini menjadi pondasi keberhasilan dakwah Nabi Muhammad dengan mengedepankan akhlakul karimah (akhlak mulia).
Etos kerja Nabi Muhammad juga diungkapkan oleh KH Zakky Mubarak (2021). Beliau menceritakan bahwa suatu ketika seorang sahabat yang sangat miskin meminta bantuan kepada Nabi. Alih-alih memberikan bantuan langsung berupa uang atau makanan, Nabi mendidik sahabat tersebut untuk tidak menjadi lemah dan bergantung pada belas kasihan orang lain. Sahabat itu disuruh menjual barang miliknya sebagai modal usaha. Dengan hasil penjualan sebesar dua dirham, satu dirham digunakan untuk membeli makanan dan satu lagi untuk membeli kapak guna membuat kayu bakar. Sahabat itu kemudian berhasil mandiri dengan bekerja keras.
Islam melarang keras umatnya menjadi orang lemah, meminta-minta, serta menunjukan kemiskinan dan kehinaan. Umat Muslim diperintahkan untuk senantiasa bekerja keras agar menjadi umat yang kuat dan teladan bagi yang lain.
KH Zakky Mubarak juga mengutip sebuah hadits:
كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم تِسْعَةً أَوْ ثَمَانِيَةً أَوْ سَبْعَةً فَقَالَ ” أَلاَ تُبَايِعُونَ رَسُولَ اللَّهِ ” وَكُنَّا حَدِيثَ عَهْدٍ بِبَيْعَةٍ فَقُلْنَا قَدْ بَايَعْنَاكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ . ثُمَّ قَالَ ” أَلاَ تُبَايِعُونَ رَسُولَ اللَّهِ ” . فَقُلْنَا قَدْ بَايَعْنَاكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ . ثُمَّ قَالَ ” أَلاَ تُبَايِعُونَ رَسُولَ اللَّهِ ” . قَالَ فَبَسَطْنَا أَيْدِيَنَا وَقُلْنَا قَدْ بَايَعْنَاكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَعَلاَمَ نُبَايِعُكَ قَالَ ” عَلَى أَنْ تَعْبُدُوا اللَّهَ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَالصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ وَتُطِيعُوا – وَأَسَرَّ كَلِمَةً خَفِيَّةً – وَلاَ تَسْأَلُوا النَّاسَ شَيْئًا
Setelah peristiwa tersebut, setiap sahabat Nabi bekerja keras tanpa meminta bantuan kecuali dalam keadaan sangat terpaksa. Misalnya, jika cambuk mereka jatuh, mereka mengambilnya sendiri tanpa meminta bantuan orang lain.
Demikianlah etos kerja dan dakwah Nabi Muhammad yang penuh dengan akhlak mulia, cinta, dan kasih sayang serta keteladanan dalam bekerja keras dan mandiri.