Islam adalah agama yang bijak dalam menyikapi tradisi-tradisi yang telah lama bercokol pada masa jahiliyah. Ada tradisi yang diadopsi karena selaras dengan nilai-nilai Islam, ada yang dimodifikasi karena beberapa isinya tidak lagi relevan, dan ada pula yang dihapus sama sekali karena dianggap bertentangan dengan syariat.
Salah satu contoh tradisi jahiliyah yang dihapus sama sekali oleh Islam adalah kebiasaan meminum khamr. Pada zaman jahiliyah, meminum khamr adalah tradisi yang sangat mengakar kuat dalam kehidupan bangsa Arab. Banyak keuntungan yang diperoleh dari minuman tersebut, sehingga meminumnya adalah hal yang wajar. Menyadari hal ini, Islam tidak langsung melarangnya secara total, tetapi dengan bertahap. Jika dilakukan sekaligus, khawatir akan mendapat penolakan karena minuman ini sudah menjadi bagian dari hidup mereka.
Imam Fakhruddin ar-Razi mengutip Al-Qaffal yang mengatakan bahwa hikmah di balik pengharaman khamr secara bertahap adalah karena tradisi meminum khamr bagi bangsa Arab saat itu sudah melekat kuat, selain mereka juga merasakan banyak manfaat dari minuman tersebut. Sehingga jika khamr dilarang secara seketika, jelas akan mempersulit umat. Maka diambillah metode bertahap sebagai bentuk kasih sayang.
Proses pengharaman khamr dalam Islam dijelaskan secara detail oleh ar-Razi dalam tafsirnya. Proses ini melibatkan penurunan empat ayat Al-Qur’an. Ayat pertama adalah surat An-Nahl ayat 67 yang menyebutkan minuman memabukkan terbuat dari perasan buah anggur atau kurma. Saat itu, minuman tersebut belum diharamkan sehingga umat Muslim masih mengonsumsinya.
Kemudian Umar bin Khattab, Mu’adz bin Jabal, dan sekelompok sahabat mengeluh kepada Nabi Muhammad saw tentang efek negatif akibat mengkonsumsi khamr. Lalu turunlah surat Al-Baqarah ayat 219 yang menyatakan bahwa khamr memiliki dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya. Ayat ini belum menghukumi khamr sebagai haram, tetapi menggiring opini publik agar lebih baik meninggalkan khamr.
Selanjutnya, setelah terjadi insiden kesalahan dalam membaca surat Al-Kafirun saat shalat dalam keadaan mabuk, turunlah surat An-Nisa ayat 43 yang melarang orang beriman untuk shalat dalam keadaan mabuk. Jumlah orang yang mengkonsumsi khamr pun mulai berkurang.
Puncaknya, setelah terjadi pertikaian antara kaum Anshar dan Sa’d bin Abi Waqash akibat mabuk, turunlah surat Al-Maidah ayat 90 yang secara tegas mengharamkan khamr dan judi sebagai perbuatan syaitan yang harus dijauhi agar mendapat keberuntungan.
Sejak saat itu, khamr secara resmi diharamkan oleh Islam. Ini menunjukkan bahwa dalam memberantas tradisi yang menyimpang dari syariat dan sudah mengakar kuat di masyarakat, Islam tetap bijaksana dan tidak gegabah. Metode ini menjadi penting agar Islam mudah diterima oleh berbagai lapisan masyarakat.