- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Perjalanan Umar bin Khattab Menuju Islam

Google Search Widget

Kisah Umar bin Khattab masuk Islam merupakan peristiwa yang menarik. Suatu hari dengan pedang terhunus, Umar bin Khattab menuju Darul Arqam, tempat di mana Nabi Muhammad biasa berkumpul dengan para sahabat. Melihat wajahnya yang beringas dan matanya yang nanar, orang sudah menyangka bahwa akan terjadi pembunuhan.

Dalam perjalanan menuju Darul Arqam, Umar bertemu dengan Nu’aim bin Abdullah. Nu’aim bertanya, “Ya Umar, mau kemana engkau?”

Umar menjawab, “Mau membunuh itu, si murtad itu.”

“Si murtad yang mana?” tanya Nu’aim.

“Yang mana lagi? Itu. Yang memecah belah kita. Yang menghina berhala-berhala kita. Yang menjelek-jelekkan nenek moyang dan keturunan kita. Siapa lagi kalau bukan Muhammad,” jawab Umar.

Nu’aim berkata, “Umar, tidak salah engkau?”

“Tidak salah lagi,” tegas Umar.

“Salah Umar.”

“Salah kenapa?” tanya Umar lagi.

“Apa kamu tidak malu? Kamu mau pergi membunuh Muhammad, sementara adikmu sendiri, Fatimah, sudah termasuk salah seorang pengikut Muhammad,” jelas Nu’aim.

Mendengar ini, wajah Umar yang tadinya sudah marah dan merah menjadi semakin kelam. Amarahnya memuncak saat mengetahui bahwa adiknya sendiri menjadi pengikut Nabi. Tidak jadi menuju Darul Arqam, Umar berangkat ke rumah adiknya, Fatimah.

Di rumah Fatimah sedang berkumpul bersama suaminya, Sa’id bin Zaid, dan seorang sahabat, Habab Ibnul Arats. Mereka sedang membaca Al-Qur’an.

Umar mengetuk pintu dan dijawab dari dalam, “Siapa di luar?” “Umar!” mendengar suaranya saja, Habab Ibnul Arats sudah lari ke belakang pintu. Adapun Fatimah yang sedang memegang suhuf, lembaran tulisan Al-Qur’an itu, menyembunyikannya di belakang bajunya.

Saat Umar masuk, tidak sengaja suhuf lembaran yang tersembunyi di balik baju Fatimah tersembul. Umar pun bertanya, “Apa yang kau sembunyikan di balik bajumu itu?” Fatimah berkata, “Suhuf.” “Apa suhuf itu?” tanya Umar lagi. “Lembaran Al-Qur’an,” jawab Fatimah.

Kemudian dibacalah lembaran tersebut:

طه . مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآَنَ لِتَشْقَى

“Thaha, Tidaklah Aku turunkan Al-Qur’an ini untuk bikin sukar manusia. Melainkan merupakan pengingat bagi orang-orang yang takut kepada Allah.”

إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي . إِنَّ السَّاعَةَ آَتِيَةٌ أَكَادُ أُخْفِيهَا لِتُجْزَى كُلُّ نَفْسٍ بِمَا تَسْعَى

“Sesungguhnya Akulah Allah. Tidak ada tuhan melainkan Aku. Maka hendaknya hanya kepada-Ku lah kamu menyembah. Dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. Sesungguhnya kiamat itu pasti akan datang, yang sengaja waktunya tidak kami beritahukan kepada kamu semua, untuk kami balas segala setiap orang, tentang apa saja yang telah mereka lakukan dalam kehidupan dunia ini.”

Setelah membaca ayat ini, tangan Umar gemetar. Dalam hati ia berpikir bahwa ini tidak main-main. Belum pernah ia membaca ajaran semacam ini. Tidak pantas orang yang mempunyai kitab suci semacam ini dimusuhi. Ini sesuatu yang benar. Tergetar jiwanya.

“Hai, Fatimah beritahu aku dimana keberadaan Muhammad?” pinta Umar.

“Saya tidak akan memberitahu kamu,” jawab Fatimah.

“Dimana?” kata Umar lagi.

“Saya tidak akan memberi tahu,” kata Fatimah.

“Lebih baik kamu bunuh saya kalau memang maksudmu mau mencelakakan Muhammad,” kata Fatimah lagi.

“Sama sekali saya tidak akan mencelakakan dia, Fatimah. Kasih tahu saja dimana dia?” ujar Umar.

“Darul Arqam,” kata Fatimah.

Bergegas Umar menuju Darul Arqam.

Di dalam Darul Arqam, Nabi Muhammad memang sedang berkumpul dengan para sahabat. Termasuk Sayidina Hamzah yang juga terkenal sebagai jawara. Diketuklah pintu. “Siapa di luar?” “Umar.”

Di dalam Darul Arqam ini geger sebagian sahabat. Umar datang pasti membawa bencana. Namun Nabi Muhammad menenangkan mereka, “Tenang, mudah-mudahan ada hikmahnya.” Sayidina Hamzah tampil dan berkata, “Bukakan dia pintu. Kalau niatnya baik kita terima, kalau niatnya tidak baik, saya paling depan.”

Pintu dibuka. Begitu pintu dibuka, Umar masuk dan merangkul Nabi Muhammad. Kemudian dengan tersendat-sendat, Umar mengucapkan dua kalimat syahadat dan memeluk Islam.

Kegembiraan meliputi suasana ketika itu karena sebelumnya umat Islam sangat khawatir terhadap Umar. Namun setelah ia masuk Islam, jelas merupakan keuntungan besar bagi umat Islam.

Umar memeluk Islam bukan karena bujuk rayu orang, bukan karena diberikan harta atau diiming-imingi kedudukan tinggi. Tetapi karena kebenaran dan hidayah menembus hatinya melalui ayat dalam surat Thaha yang dibacanya melalui suhuf yang dipegang oleh adiknya sendiri, Fatimah.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

March 10

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?