Langkah pertama Nabi Muhammad SAW begitu tiba di Madinah adalah membangun masjid sebagai pusat kegiatan dan tempat ibadah. Dari masjid ini, beliau mempersatukan umat Islam penduduk Madinah atau al-Anshar dengan para pendatang dari Makkah yang disebut al-Muhajirin.
Setiap Muhajir hidup dalam keterbatasan akibat terpaksa meninggalkan keluarga dan harta benda di Makkah. Karena itu, Nabi SAW “mempersaudarakan” setiap Muhajir dengan seorang Anshar yang siap mendukung saudaranya yang datang dari Makkah.
Langkah selanjutnya adalah menjalin hubungan persaudaraan antara seluruh penduduk Madinah dengan mengikat mereka semua dalam satu piagam yang kemudian dikenal dengan nama “Piagam Madinah”. Dalam piagam tersebut, semua anggota kelompok diakui eksistensinya dan dilindungi hak-haknya. Semua memperoleh hak melaksanakan agama dan kepercayaannya tanpa boleh diganggu gugat oleh siapapun. Selain itu, semua sepakat tampil membela kota Madinah jika ada serangan dari luar. Nabi Muhammad SAW disepakati menjadi pemimpin mereka.
Dalam kesepakatan itu, lahirlah berbagai aktivitas yang menyejahterakan masyarakat. Nabi antara lain melakukan sensus penduduk Muslim, membangun pasar, serta menggali banyak sumur yang kesemuanya merupakan kebutuhan masyarakat.
Sejumlah alasan ilmiah dan alamiah penyusunan Piagam Madinah adalah pertama faktor universal, yaitu mengokohkan kemuliaan kemanusiaan (karomah insaniyyah). Kedua, faktor-faktor lokal, yaitu kemajemukan, kecenderungan bertanah air, dan semangat toleransi keagamaan dan kemanusiaan.
Piagam Madinah berisi 47 pasal dan merupakan supremasi perjanjian negara pertama dalam sejarah Islam yang didirikan oleh Nabi Muhammad. Dengan kata lain, Nabi Muhammad mendirikan Darul Mitsaq, negara kesepakatan antarkelompok-kelompok masyarakat yang berbeda-beda.
Jika dihubungkan dengan pembentukan dasar negara di Indonesia, para ulama seperti KH Wahid Hasyim dan lainnya sudah tepat dalam meneladani Nabi karena melahirkan Pancasila sebagai konsensus kebangsaan.
Sistem pemerintahan yang menempuh jejak kenabian adalah berdasarkan kebersamaan dan keadilan bagi semua bangsa dalam perjanjian dan kesepakatan yang termaktub dalam 47 pasal Piagam Madinah untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bersama.
Mitsaq al-Madinah menjadi bukti otentik dalam sejarah peradaban Islam bahwa negara pertama yang didirikan Nabi Muhammad adalah negara Madinah, negara kesepakatan atau perjanjian (Darul Mitsaq).
Selama periode Madinah ini, keadilan diterapkan secara utuh oleh Nabi, termasuk terhadap Muslim yang melanggar.
Dalam periode ini juga, turun ayat-ayat yang mengajak umat Islam bekerja sama dengan siapa pun selama kerja tersebut dalam kebaikan. Firman Allah: “Tolong-menolonglah dalam kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan” (QS. Al-Maidah ayat 2).
Tuntunan Allah ini turun dalam konteks sikap buruk kaum musyrik yang menghalangi Nabi dan kaum Muslim berkunjung ke Masjid al-Haram untuk beribadah.