- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Sejarah Penulisan Hadits dan Sirah Nabawiyah

Google Search Widget

Setelah Al-Qur’an, hadits Nabi menjadi salah satu sumber penting dalam penulisan kitab Sirah Nabawiyah. Dari hadits, para sejarawan mendapatkan data-data penting tentang Rasulullah saw. Namun, pada masa awal, pendataan hadits masih mengandalkan hafalan dari para rawi. Meskipun ada jaminan dari para sahabat, penulisan hadits belum mendapat restu dari Nabi Muhammad karena kekhawatiran teks Al-Qur’an tercampur dengan teks hadits.

Nabi Muhammad bersabda dalam salah satu hadits:

لَا تَكْتُبُوا عَنِّي، وَمَنْ كَتَبَ عَنِّي غَيْرَ الْقُرْآنِ فَلْيَمْحُهُ

Artinya: “Janganlah kalian menulis dariku; barangsiapa menulis dariku selain Al-Qur’an, hendaklah dihapus.” (HR Abu Sa’id al-Khudri)

Pada awalnya, penulisan hadits dilarang karena dikhawatirkan akan terjadi percampuran antara teks Al-Qur’an dan hadits. Setelah dirasa aman, penulisan hadits mulai mendapat restu. Hal ini dimulai pada masa Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq atas isyarat Umar bin Khattab setelah Rasulullah wafat, dan baru tuntas pada masa Khalifah Utsman bin Affan.

Pengkodifikasian hadits sendiri dimulai sejak masa Khalifah Umar bin Khattab. Penulisan hadits terbesar dilakukan oleh Imam Ibnu Syihab az-Zuhri. Inisiatif kodifikasi ini muncul karena semakin banyaknya sahabat yang wafat (yang juga banyak menghafalkan hadits) serta wilayah Islam yang semakin luas.

Setelah dibukanya keran untuk pengkodifikasian hadits, banyak ulama menulis sejarah hidup Rasulullah saw berdasarkan riwayat yang ada. Salah satu awal mula penulisan sejarah Nabi Muhammad saw secara khusus dimulai ketika Muawiyah bin Abu Sufyan ingin membukukan sejarah dalam buku tersendiri dan meminta Ubaid bin Syariyyah al-Jurhumi untuk menuliskannya. Ubaid pun menulis buku tentang sejarah raja-raja dan informasi terkait umat-umat terdahulu.

Kemudian muncul ulama ahli hadits yang dengan konsisten menuliskan sejarah hidup Nabi Muhammad saw, dengan motivasi mendokumentasikan setiap aspek kehidupan Rasulullah untuk dijadikan pelajaran dan praktik dalam kehidupan sehari-hari. Kesempatan ini juga menjadi momentum setelah sebelumnya terdapat larangan untuk menuliskan hadits-hadits Nabi.

Salah satu ulama penting yang menuliskan sejarah hidup Rasulullah adalah Urwah bin Zubair bin Awwan, seorang faqih dan pakar hadits. Ia adalah anak dari Zubair dan Asma binti Abu Bakar, putri sahabat terdekat Nabi. Asma banyak meriwayatkan hadits dari Nabi pada masa awal Islam. Banyak ulama seperti Ibnu Ishaq, Al-Waqidi, dan Ath-Thabari yang meriwayatkan sejarah hidup Rasulullah dari Urwah, terutama terkait peristiwa hijrah ke Habasyah, hijrah ke Madinah, dan Perang Badar. Urwah wafat sekitar tahun 92 H.

Sepeninggal Urwah, muncul ulama penerus seperti Utsman bin Affan al-Madani yang wafat pada tahun 105 H dan Wahab bin Munabbih al-Yumna yang wafat pada tahun 110 H. Di Jerman terdapat sebuah kitab milik Wahab yang memuat tentang sejarah peperangan (al-Maghazi).

Selain mereka, terdapat juga ulama yang memiliki fokus serupa seperti Syurahbil bin Sa’ad (wafat 123 H), Ibnu Syihab az-Zuhri (wafat 124 H), dan Ashim bin Umar bin Qatadah (wafat 120 H). Sejumlah ulama lain muncul seperti Abdullah bin Abu Bakar bin Hazm (wafat 135 H), yang lebih fokus menulis berita tentang peperangan.

Di antara generasi keempat ulama tersebut, beberapa di antaranya diperkirakan masih hidup hingga pertengahan abad kedua, seperti Musa bin Uqbah (wafat 141 H), Muammar bin Rasyid (wafat 150 H), dan Muhammad bin Ishaq (wafat 152 H).

Setelah mereka, muncul generasi berikutnya seperti Ziyad al-Buka’i (wafat 183 H), Al-Waqidi (wafat 207 H) yang memiliki kitab Al-Maghazi, dan Muhammad bin Sa’ad (wafat 230 H) yang memiliki kitab Tabaqat al-Kubra.

Penting dicatat, meskipun Ibnu Ishaq menulis kitab sirah nabawiyah dengan kualitas periwayatan yang kuat, susunannya belum sistematis seperti dalam kitab sirah milik Ibnu Hisyam. Di tangan Ibnu Hisyam, kitab Ibnu Ishaq mengalami editing, peringkasan, penambahan, kritik, serta disertakannya riwayat ulama lain sebagai pembanding. Meskipun demikian, Ibnu Hisyam tetap menjaga orisinilitas kitab Ibnu Ishaq tanpa menambah atau mengurangi satu kata pun dari naskah aslinya.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

November 22

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?