Utsman bin Affan dikenal sebagai pemimpin yang lembut, dan sifat ini awalnya membuat rakyat merasa puas dengan masa pemerintahannya. Namun, ketika memasuki separuh kedua masa kekuasaannya, kelembutan Utsman justru berbalik menjadi kelemahan. Ia mulai kurang tegas dalam menjalankan roda pemerintahan, termasuk enggan mencopot aparatur negara yang tidak kompeten.
Di bawah kepemimpinan Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab, suasana politik masih terkendali. Namun, saat Utsman menjabat sebagai khalifah, ketegangan politik mulai meningkat. Utsman dilantik tiga hari setelah jenazah Umar bin Khattab disemayamkan, dan pengangkatannya sebagai khalifah meski awalnya ditolak, akhirnya memperoleh suara mayoritas.
Selama enam tahun pertama pemerintahannya, Utsman tampak cakap dan mendapatkan dukungan dari rakyat. Namun, separuh terakhir dari masa pemerintahannya menunjukkan karakter yang berbeda. Kelembutan Utsman membuatnya kurang tegas dalam mengambil keputusan, termasuk dalam mengatasi praktik nepotisme yang merajalela. Ia banyak mengangkat pejabat dari kalangan keluarganya dan Bani Umayah, termasuk Abdullah bin Sarah sebagai Gubernur Mesir.
Abdullah bin Sarah, yang merupakan sahabat Nabi dan pernah berkhianat, diangkat menjadi pejabat meskipun memiliki catatan negatif. Ketika menjabat sebagai gubernur, Abdullah sering bertindak zalim, sehingga memicu protes dari rakyat Mesir. Utsman merespons laporan tersebut dengan mengirim surat peringatan kepada Abdullah, namun sang gubernur malah semakin tidak mengindahkan perintahnya.
Ketidakpuasan rakyat Mesir memuncak dan mereka berunjuk rasa di Madinah untuk meminta Utsman mencopot Abdullah. Setelah melalui berbagai upaya, Utsman akhirnya setuju untuk mengganti Abdullah dengan Muhammad bin Abu Bakar atas usulan masyarakat.
Namun, setelah keputusan tersebut dikeluarkan, timbul masalah baru. Dalam perjalanan pulang, para penduduk Mesir bertemu seorang utusan misterius yang mengaku membawa surat dari Utsman untuk Abdullah, yang berisi perintah untuk membunuh Muhammad bin Abu Bakar dan membatalkan keputusan penggantian gubernur. Setelah membaca surat tersebut, masyarakat Madinah menjadi marah dan curiga bahwa Utsman terlibat dalam skandal ini.
Utsman terkejut ketika diperlihatkan isi surat tersebut dan bersumpah bahwa ia tidak menulisnya. Meski ada stempel pemerintah pada surat itu, masyarakat mulai meragukan kejujuran Utsman. Setelah ditelusuri lebih lanjut, terbukti bahwa Marwan bin Hakam, sekretaris Utsman, adalah penulis surat yang menyesatkan itu.
Kegaduhan semakin meningkat dan Muhammad bin Abu Bakar bersama rombongannya mengepung rumah Utsman. Dalam situasi tegang tersebut, Muhammad berusaha untuk membunuh Utsman tetapi urung melakukannya setelah mengingat ayahnya. Namun, dua orang laki-laki yang bersamanya kemudian masuk dan memukul Utsman hingga tewas.
Pembunuhan ini dilakukan oleh seorang pria dari Mesir yang dijuluki Himar atau Aswad bin Himran. Kejadian tragis ini menandai akhir dari masa kepemimpinan Utsman bin Affan dan menunjukkan betapa instabilitas politik dapat berujung pada kekacauan yang fatal.