Dalam sejarah Islam, Piagam Madinah yang disusun pada tahun 622 Masehi dikenal dengan berbagai sebutan seperti Mitsaqul Madinah, Shahifah Madinah, Perjanjian Madinah, Konstitusi Madinah, atau Dusturul Madinah. Semua istilah ini merujuk pada kontrak sosial-politik yang menjadi landasan bagi masyarakat Madinah.
Konsep Piagam Madinah dirumuskan oleh Nabi Muhammad dan para pemimpin masyarakat Madinah, memuat sekitar 47 poin perjanjian yang mengatur aspek sosial, politik, dan ekonomi antara Nabi Muhammad dan beragam komunitas sosial di Madinah, yang saat itu berjumlah sekitar 10.000 warga. Melalui dokumen ini, Nabi Muhammad berupaya menciptakan tatanan masyarakat yang berdasarkan keadilan, kesejahteraan, keharmonisan, dan toleransi. Dengan ditandatanganinya Piagam Madinah oleh semua komunitas sosial di sana, Nabi Muhammad berhasil meletakkan dasar legal formal atau konstitusi yang menjadi acuan dalam kehidupan bermasyarakat.
Michael H. Hart mencantumkan nama Nabi Muhammad sebagai salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah dunia, bahkan menempatkannya di urutan pertama sebagai pemimpin yang sangat berpengaruh pada zamannya, dengan pengaruh yang masih terasa hingga kini. Melalui Piagam Madinah yang adil dan mampu mempersatukan semua komunitas yang beragam, Nabi Muhammad muncul bukan hanya sebagai pemimpin agama, tetapi juga sebagai pemimpin sosial-politik yang handal. Beliau berhasil menyatukan 10.000 warga Madinah yang terfragmentasi menjadi tiga umat beragama dan beberapa kelompok sosial.
Pada awalnya, populasi Muslim di Madinah berjumlah sekitar 1.500 orang, terdiri dari kaum imigran (Muhajirin) dan penduduk asli (Ansor). Sementara itu, populasi Yahudi dari berbagai suku di Madinah mencapai 4.000 orang, dan 4.500 warga lainnya adalah penganut pagan yang menyembah berhala serta mengikuti kepercayaan adat. Dalam konteks sosial-politik yang beragam ini, Nabi Muhammad menyusun Piagam Madinah sebagai konstitusi berbasis ukhuwah wathaniyah (semangat kebangsaan) untuk menyatukan seluruh entitas masyarakat yang plural.
Nabi Muhammad mempersaudarakan kaum imigran dari Makkah (Muhajirin) dan penduduk asli Muslim Madinah (Ansor). Selain itu, jaminan atas hak-hak sipil masyarakat Yahudi juga dicantumkan. Semua entitas sosial di Madinah memiliki hak dan kewajiban yang sama.
Piagam Madinah menjadi dokumen penting yang memuat norma-norma demokrasi seperti kesetaraan di mata hukum, solidaritas sosial berdasarkan kebangsaan, kebebasan beragama, hak-hak sipil, musyawarah, toleransi, pertahanan, dan antidiskriminasi. Konstitusi ini mempertemukan masyarakat Madinah yang beragam.
Dokumen ini memiliki makna historis yang mendalam dalam konteks kehidupan bermasyarakat, beragama, dan bernegara saat ini. Semangat serta isi dari Piagam Madinah menjadi model dalam penataan wilayah yang dihuni masyarakat heterogen. Tanpa konstitusi yang adil dan demokratis, pencapaian keharmonisan dalam masyarakat yang majemuk akan sulit terwujud.