Membahas tentang peperangan yang terjadi pada zaman Rasulullah, tergambar jelas upaya beliau dan para sahabat untuk menegakkan Islam dari ancaman orang-orang kafir. Peperangan yang terjadi merupakan solusi terakhir yang diambil ketika tidak ada alternatif lain. Dari sekian banyak peperangan, umat Islam berhasil meraih kemenangan dan sukses dalam menyebarkan Islam di berbagai wilayah, namun ada pula peperangan di mana umat Islam harus menerima kekalahan.
Imam Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim ats-Tsa’labi dalam karya tafsirnya menyebutkan bahwa peperangan pada masa Rasulullah sangat banyak dan dapat dibagi menjadi dua kategori: (1) peperangan yang diikuti oleh Rasulullah; dan (2) peperangan yang tidak diikuti olehnya. Ats-Tsa’labi mencatat bahwa jumlah peperangan yang diikuti Rasulullah selama hidupnya adalah sebanyak dua puluh enam, salah satunya adalah perang Abwa, yang juga dikenal sebagai perang Waddan.
Perang Abwa atau Waddan terletak di antara kota Makkah dan Madinah. Meskipun tidak sepopuler perang Uhud dan Badar, perang ini tetap merupakan peristiwa penting dalam sejarah perjuangan Rasulullah. Selain itu, perang Abwa menjadi awal dari beberapa peperangan selanjutnya.
Syekh Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi menjelaskan bahwa perintah untuk berperang baru turun setelah hijrahnya Rasulullah. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari menyebutkan bahwa saat itulah umat Islam yang akan memerangi orang Quraisy, bukan sebaliknya. Peristiwa ini terjadi pada bulan Safar tahun kedua hijriah, yaitu Agustus 623 M, tepat satu tahun setelah Rasulullah menetap di Madinah. Pada saat itu, Rasulullah berencana menyerang kaum Quraisy dan Bani Hamzah, namun mereka menawarkan perjanjian damai, sehingga perang pun tidak terjadi. Peristiwa ini dikenal sebagai Perang Waddan.
Setelah hijrah ke Madinah, umat Islam masih menghadapi ancaman dari kaum kafir Quraisy. Mereka tidak tinggal diam dan terus menerus mengganggu Rasulullah dengan berbagai ancaman dan hinaan. Umat Islam juga menerima berbagai tekanan, termasuk embargo ekonomi. Dalam kondisi seperti ini, Allah menurunkan ayat pertama yang mengizinkan umat Islam untuk berperang, yaitu QS Al-Hajj: 39, yang menyatakan bahwa umat Islam yang dizalimi diizinkan untuk berperang.
Tibalah saatnya umat Islam menghadapi semua kekejaman yang dilakukan oleh kaum kafir. Dalam perang Abwa, Rasulullah merencanakan strategi untuk menyekat kaum Quraisy dengan membagi pasukan menjadi beberapa tempat. Namun, rencana ini tidak dapat dilaksanakan karena kaum kafir telah pergi sebelum umat Islam datang.
Setelah tidak menemukan musuh di lokasi perang, umat Islam akhirnya pulang. Namun, mereka tidak menyadari bahwa mereka dikepung oleh kaum kafir yang dipimpin oleh Makhsy bin Amr adl-Dlamrah. Ketika umat Islam bersiap menghadapi mereka, ternyata kedatangan kaum Dlamrah bukan untuk berperang, melainkan untuk melakukan kesepakatan damai dengan Rasulullah. Kesepakatan ini menjamin keamanan harta dan jiwa mereka serta memberikan dukungan jika Rasulullah meminta pertolongan.
Perang Abwa adalah yang pertama di mana Rasulullah memimpin langsung pasukan. Peristiwa ini menunjukkan bahwa umat Islam sudah memiliki kekuatan militer yang cukup untuk melawan siapa saja yang berusaha menghalangi penyebaran ajaran Islam. Dengan demikian, perang Abwa/Waddan menjadi bagian penting dari sejarah perjuangan Rasulullah dan umat Islam dalam menegakkan agama Allah.