Dalam fase dakwah Islam di Makkah, Rasulullah SAW dan para pengikutnya menghadapi ancaman serius dari kafir Quraisy, termasuk risiko pembunuhan. Banyak di antara mereka yang mengalami siksaan hebat dan bahkan kehilangan nyawa demi mempertahankan akidah Islam.
Melihat situasi yang semakin memburuk, Rasulullah bersama sahabat-sahabat kepercayaannya dan umat Islam Makkah melakukan hijrah besar-besaran ke Kota Yatsrib (Madinah). Mereka meninggalkan berbagai harta dan properti, termasuk warisan Khadijah radhiyallahu’anha seperti rumah dan tanah, demi menyelamatkan diri serta misi penyebaran ajaran Islam yang diemban.
Setibanya di Madinah, Nabi Muhammad berupaya membangun kekuatan umat dan memperluas syiar Islam ke berbagai kabilah dan suku bangsa, hingga ke daerah lain. Strategi ini diiringi dengan persiapan untuk merebut kembali Kota Makkah. Sejarah Fathu Makkah pun tercatat ketika Rasulullah bersama kaum Muslimin berhasil membebaskan kota tersebut.
Kekuatan pasukan Rasulullah dalam Fathu Makkah sangat dipahami oleh kafir Quraisy yang saat itu dipimpin oleh Abu Sufyan. Namun, kasih sayang Nabi yang luar biasa membuat peristiwa ini terjadi tanpa ada darah yang tertumpah. Kemenangan tersebut tidak hanya membebaskan Kota Makkah, tetapi juga membuka pintu bagi kaum kafir untuk masuk ke dalam perlindungan Nabi dan menerima ajaran Islam.
Dalam sebuah khutbah, dijelaskan bahwa di tengah kemenangan Nabi dan kaum Muslimin, Abu Sufyan beserta para pemimpin Quraisy akhirnya menyerah dan bersedia mengikuti petunjuk Nabi Muhammad. Nabi meminta kepada pimpinan pasukannya untuk mengumumkan bahwa hari itu adalah hari kasih sayang.
Setelah perang usai, terjadi insiden ketika seorang musuh berusaha masuk ke wilayah prajurit Muslim. Usama bin Zaid ibn Haritsah, panglima angkatan perang yang masih muda, melihat dan mengejar musuh tersebut. Musuh terjebak di tebing tanpa jalan keluar dan tiba-tiba mengucapkan dua kalimat syahadat di hadapan Usamah. Meski terkejut, Usamah merasa tindakan tersebut adalah strategi musuh dan tetap menyerangnya.
Salah seorang sahabat melaporkan kejadian ini kepada Nabi Muhammad, yang marah mendengar bahwa Usamah telah membunuh musuh yang sudah bersyahadat. Saat dipanggil, Usamah menjelaskan bahwa musuh itu masih membawa senjata dan dianggap menipu. Mendengar penjelasan tersebut, Nabi Muhammad bersabda bahwa manusia hanya dapat menghukum apa yang tampak, sedangkan Allah SWT yang mengetahui isi hati setiap orang.