Mencari sosok wanita ahli ibadah yang taat, akademisi murni tanpa banyak bergantung, zuhud pada dunia, berhati-hati, memiliki banyak karamah, serta unggul dibandingkan wanita lainnya, maka figurnya adalah Sayyidah Nafisah. Wanita salehah ini lahir pada Rabu, 11 Rabi’ul Awal 145 H di kota Makkah pada masa kekhilafahan Sultan Abu Ja’far Abdullah bin Muhammad bin ‘Ali bin Abdullah bin ‘Abbas.
Hari kelahirannya bertepatan dengan hari kelahiran kakeknya, Nabi Muhammad saw, nabi penutup bagi para nabi dan rasul. Seolah, hari kelahiran Sayyidah Nafisah memberikan isyarat bahwa ia akan tumbuh menjadi wanita mulia, suci, dan memiliki derajat tinggi. Kemuliannya terkenal di kalangan penduduk bumi dan langit.
Sayyidah Nafisah binti Sayyid Hasan al-Anwar ibn Sayyid Zaid al-Ablaj ibn Sayyid Hasan ibn Sayyidina Ali dan Sayyidah Fatimah az-Zahra binti Rasulullah saw. Ia lahir ketika ayahnya, Sayyid Hasan, sedang mengajarkan ilmu dan keimanan di Baitullah al-Haram. Di tengah pengajiannya, seorang budak datang dengan kabar bahagia tentang kelahiran anak perempuan yang sangat cantik. Mendengar berita itu, Sayyid Hasan langsung sujud syukur kepada Allah atas doanya yang terkabul.
Sejak kecil, Sayyidah Nafisah mendapatkan pendidikan langsung dari ayahnya. Ketakwaan dan spiritualitasnya mulai muncul, dan ia sangat senang beribadah serta mendekatkan diri kepada Allah swt. Ia tumbuh di kota Madinah dan selalu dikelilingi oleh wanita-wanita salehah. Perbedaannya dengan wanita-wanita biasa sangat tampak; ia lebih memilih menghabiskan waktu untuk beribadah, membaca Al-Qur’an, dan menuntut ilmu. Bahkan, ia berhasil menghafal Al-Qur’an pada usia tujuh tahun.
Kekhusukannya dalam beribadah menjadi teladan bagi banyak orang. Sejak lahir, ia telah mendapatkan keridhaan langsung dari Allah swt dan Rasulullah saw. Dalam kitab Mursyiduz Zuwar, diceritakan bahwa setelah lahir, Sayyid Hasan membawanya ke makam Rasulullah saw dan menyatakan keridhaannya terhadap putrinya. Setelah ziarah tersebut, Sayyid Hasan bermimpi didatangi Rasulullah saw yang menyatakan keridhaannya kepada Sayyidah Nafisah.
Secara umum, karamah adalah kejadian luar biasa yang tidak dapat dijelaskan oleh logika. Karamah hanya terjadi pada orang-orang yang dicintai oleh Allah dan menjalankan perintah-Nya dengan sempurna. Sayyidah Nafisah adalah salah satu sosok yang dianugerahi berbagai karamah karena ketaatannya kepada Allah swt dan mengikuti jejak langkah Rasulullah saw.
Di usia 16 tahun, banyak laki-laki dari kalangan bangsawan dan ulama yang melamarnya. Namun, lamaran mereka ditolak oleh ayahnya, Sayyid Hasan al-Anwar. Di antara peminatnya adalah Sayyid Ishaq al-Mu’taman, yang juga memiliki garis keturunan dari Rasulullah saw. Ia menyampaikan niat baiknya kepada keluarganya dan semua sepakat untuk melamar Sayyidah Nafisah.
Sayyid Ishaq bersama keluarganya datang melamar, tetapi lamaran tersebut ditolak. Ia merasa kecewa dan pergi ke Raudlah asy-Syarif di Madinah untuk mengadu kepada Rasulullah saw tentang keinginannya. Setelah pulang dengan hati sedih, pagi harinya Sayyid Hasan datang ke rumah Sayyid Ishaq dengan membawa kabar gembira bahwa ia akan menikahkan putrinya dengan Sayyid Ishaq.
Sayyid Hasan menceritakan bahwa ia bermimpi didatangi oleh Rasulullah saw yang memerintahkannya untuk menikahkan putrinya dengan Sayyid Ishaq. Akad nikah pun berlangsung atas restu dan perintah Rasulullah pada Jumat pertama Rajab 161 H. Dengan demikian, Sayyidah Nafisah menjadi istri Sayyid Ishaq dalam sebuah ikatan yang penuh berkah dan kehormatan.