- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Kisah Penindasan Abu Bakar ash-Shiddiq ra

Google Search Widget

Selama perjalanan dakwah Rasulullah saw, para sahabat menghadapi berbagai penindasan dari kafir Quraisy. Namun, keimanan yang kuat dalam diri mereka membuat penindasan tersebut tak menggoyahkan semangat. Salah satu sahabat yang mengalami penindasan luar biasa adalah Abu Bakar ash-Shiddiq ra, sahabat setia Rasulullah saw.

Abu Bakar ra termasuk dalam kelompok as-Sâbiqûnal Awwalûn, yaitu orang-orang yang masuk Islam pada fase awal dakwah Islam. Rasulullah saw pernah bersabda tentangnya: “Aku tidak mengajak seorang pun masuk Islam melainkan ia tidak langsung memberikan jawaban, kecuali Abu Bakar bin Abi Quhafah. Ia tidak lamban memberikan jawaban dan tidak ragu-ragu ketika aku mengajak kepada Islam.”

Seperti banyak sahabat lainnya, Abu Bakar ra kerap kali mendapatkan perlakuan kejam dari kafir Quraisy. Ia pernah dilempari debu dan dipukuli di Masjidil Haram saat menyampaikan dakwah Islam hingga hampir meregang nyawa. Dalam kitab as-Sîratun Nabawiyyah, Dr. Ali Muhammad ash-Shallabi menyampaikan kisah penindasan yang dialami Abu Bakar ra.

Suatu ketika, terdapat 39 sahabat Nabi saw berkumpul di Masjidil Haram. Abu Bakar ra yang gigih menyebarkan Islam meminta Rasulullah saw untuk melakukan dakwah secara terbuka, padahal saat itu dakwah masih dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Mendengar permintaan tersebut, Rasulullah saw menjawab bahwa jumlah mereka masih sedikit. Namun, Abu Bakar ra terus mendesak hingga akhirnya Rasulullah saw mengizinkannya.

Para sahabat kemudian berpencar dan membagi diri ke setiap sisi masjid. Dengan penuh percaya diri, Abu Bakar ra berpidato menyeru kafir Quraisy untuk masuk Islam. Dari peristiwa ini, Abu Bakar ra menjadi orang pertama yang menyampaikan pidato terbuka tentang dakwah Islam.

Reaksi kaum kafir Quraisy sangat cepat. Mereka murka dan langsung menganiaya para sahabat. Abu Bakar ra yang dituduh sebagai provokator segera diinjak-injak dengan kejam. Salah satu kafir Quraisy, ‘Utbah bin Rabi’ah, memukulinya dengan kedua sandal dan menampar wajahnya dengan keras. Ia kemudian melompat dan menjatuhi perutnya. Akibatnya, wajah Abu Bakar ra babak belur dan tubuhnya terkapar tidak berdaya.

Tak lama setelah itu, datanglah Bani Taim yang merasa tergerak untuk menyelamatkan Abu Bakar ra dan membawanya pulang. Saat itu, mereka menganggap nyawa Abu Bakar ra dalam bahaya karena kondisinya yang sangat kritis. Bani Taim pun mengancam ‘Utbah, “Demi Allah! Jika Abu Bakar mati, maka akan kami bunuh ‘Utbah bin Rabi’ah!”

Ayah Abu Bakar, Abu Quhafah, dan Bani Taim terus memanggil Abu Bakar ra hingga ia bisa menjawab. Menjelang petang, Abu Bakar terbangun dan langsung bertanya, “Apa yang terjadi pada Rasulullah?” Kalimat itu mencerminkan kekhawatirannya akan keadaan Rasulullah saw.

Ketika hanya tinggal berdua dengan ibunya, Ummul Khair (yang saat itu belum masuk Islam), Abu Bakar ra kembali bertanya tentang Rasulullah saw. Ibunya menjawab bahwa dia tidak mengetahui kabar sahabatnya itu. “Mohon datangi Ummul Jamil binti Khattab dan tanyakan tentang kondisi Rasulullah,” pinta Abu Bakar ra.

Ummul Khair pun segera menemui Ummul Jamil ra untuk menanyakan keadaan Rasulullah saw. Namun, Ummul Jamil ra tampak waspada karena khawatir ibunya adalah mata-mata kafir Quraisy. Ia berpura-pura tidak mengenal Abu Bakar atau Muhammad bin Abdullah.

“Bolehkah aku ikut denganmu menemui anakmu?” tanya Ummu Jamil ra. Ummul Khair mengantarkannya menemui Abu Bakar ra. Setibanya di sana, Ummu Jamil ra berkata, “Demi Allah, sungguh orang-orang yang memperlakukanmu seperti ini benar-benar fasik dan kufur! Aku berharap Allah membalas perbuatan mereka untukmu.”

“Apa yang terjadi pada Rasulullah?” tanya Abu Bakar ra lagi. Namun, Ummu Jamil tidak bisa segera menjawab karena ada Ummul Khair di situ, khawatir keberadaan Rasulullah saw akan terungkap dan mengancam keselamatannya. Pada fase itu, keberadaan Rasulullah saw sangat dirahasiakan.

Akhirnya, Abu Bakar ra meyakinkan Ummu Jamil bahwa ibunya tidak berbahaya dan bukan mata-mata. Setelah mendengar penjelasan tersebut, Ummu Jamil ra memberitahu bahwa Rasulullah saw baik-baik saja dan berada di Baitul Arqam.

“Aku bersumpah demi Allah, tidak akan makan dan minum sebelum bertemu Rasulullah!” tegas Abu Bakar ra. Kemudian, Ummul Khair dan Ummu Jamil ra memapah Abu Bakar ra menuju Baitul Arqam saat keadaan sepi. Setibanya di sana, Rasulullah saw langsung merangkul dan menciumnya, begitu pula para sahabat lainnya. Berkat kebaikan ibunya, Abu Bakar ra meminta agar ibunya mau beriman kepada Allah swt, dan tidak lama kemudian ibunya pun masuk Islam.

Kisah penindasan yang dialami Abu Bakar ra ini mengandung banyak hikmah. Pertama, ia adalah sosok sahabat dengan keimanan yang sangat tinggi dan berani menyatakan keimanannya di depan kafir Quraisy meskipun harus menghadapi penganiayaan. Kedua, cinta Abu Bakar ra kepada Rasulullah saw terlihat jelas ketika ia terus mendesak untuk mengetahui keadaan beliau meski dalam kondisi kritis.

Ketiga, tindakan kewaspadaan Ummul Jamil ra dalam berpura-pura tidak mengenal Rasulullah menunjukkan strategi untuk menghindari ancaman musuh pada saat itu. Keempat, sikap empati Ummul Jamil ra terhadap Abu Bakar ra menarik simpati ibunya yang akhirnya membuatnya lebih mudah diajak masuk Islam.

Kelima, pemilihan waktu yang tepat untuk melaksanakan misi sangat penting. Ketika Abu Bakar ra hendak menemui Rasulullah saw, mereka menunggu hingga jalanan sepi untuk menghindari kecurigaan kafir Quraisy sehingga perjalanan berlangsung aman. Kisah ini menjadi pelajaran berharga tentang keberanian, cinta, dan strategi dalam berdakwah di tengah tantangan yang berat.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

November 22

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?