Ahlussuffah adalah sekelompok orang yang memilih hidup zuhud, beribadah siang dan malam, serta mendalami ilmu agama. Kedekatan mereka yang intens dengan Rasulullah saw memberikan mereka bimbingan ruhani dan menjadikan mereka periwayat hadits terkemuka.
Setelah kiblat resmi dipindahkan ke arah Ka’bah dari Baitul Maqdis, enam bulan setelah hijrah, Rasulullah saw memerintahkan agar dinding arah kiblat Baitul Maqdis yang berada di bagian belakang Masjid Nabawi diberi atap. Atap ini kemudian dikenal sebagai ash-Shuffah atau adz-Dzullah (tempat bernaung), tanpa penutup di setiap sisinya.
Al-Hafizh Ibnu Hajar (wafat 1449 M) dalam Fathul Bâri menjelaskan bahwa ash-Shuffah adalah tempat di belakang Masjid Nabawi yang disediakan bagi orang asing, yaitu mereka yang tidak memiliki rumah atau kerabat. Al-Qadli ‘Iyadh (wafat 1149 M) juga menjelaskan bahwa ash-Shuffah digunakan sebagai tempat istirahat bagi orang-orang miskin, dan penghuninya disebut Ahlusshuffah.
Abu Hurairah ra menjelaskan bahwa para penghuni ash-Shuffah adalah tamu bagi Islam, tanpa keluarga, harta, atau tempat berlindung. Pada awalnya, kaum Anshar mampu menampung kebutuhan hidup kaum Muhajirin yang datang ke Madinah. Namun, ketika arus hijrah semakin besar, kaum Anshar tidak lagi mampu menampung semua orang, sehingga mereka tinggal di ash-Shuffah.
Setiap orang yang hijrah ke Madinah biasanya menemui Rasulullah saw terlebih dahulu. Jika tidak ada Anshar yang dapat menjamin hidupnya, Rasulullah saw mengarahkan mereka untuk tinggal di ash-Shuffah sementara waktu. Awalnya, penghuni ash-Shuffah adalah orang-orang Muhajirin, tetapi juga dihuni oleh orang-orang asing yang datang untuk masuk Islam. Jumlah Ahlushuffah tidak tetap, dengan kondisi normal mencapai sekitar 70 hingga 80 orang.
Abu Hurairah ra ditunjuk sebagai penanggung jawab Ahlushuffah. Ketika Rasulullah saw ingin memanggil mereka, biasanya melalui Abu Hurairah ra untuk mengenal mereka serta mengetahui derajat ibadah dan kesungguhan mereka.
Meskipun Ahlusshuffah identik dengan orang-orang miskin, banyak di antara mereka berasal dari kalangan berkecukupan. Beberapa contohnya adalah Ka’ab bin Malik al-Anshari, Handhalah bin Abi ‘Amir al-Anshari yang dijuluki ‘Ghassilul Malaikah,’ dan Haritsah bin an-Nu’man al-Anshari. Mereka yang berkecukupan memilih tinggal di ash-Shuffah karena lebih menyukai hidup dalam kezuhudan dibandingkan bergelimang harta.
Abu Hurairah ra sendiri merupakan Ahlusshuffah dari kalangan berkecukupan. Ia lebih senang tinggal di ash-Shuffah dan bergaul dengan Rasulullah saw. Berkat kedekatannya, Abu Hurairah ra berhasil meriwayatkan sebanyak 5.374 hadits, dan sekitar 800 orang dari kalangan sahabat serta tabi’in meriwayatkan hadits darinya.
Rasulullah saw sendiri yang mengurusi nafkah Ahlushuffah. Beliau selalu menjaga, mengunjungi, dan memperhatikan kondisi mereka. Selain itu, beliau juga sering memberi arahan tentang pendidikan, seperti mengajari Al-Qur’an dan mengajak mereka berdzikir kepada Allah serta mengingat akhirat.
Rasulullah saw memenuhi kebutuhan nafkah Ahlushuffah melalui beberapa cara:
- Setiap kali menerima sedekah, beliau memberikannya kepada Ahlusshuffah dan tidak menikmatinya sendiri. Jika ada hadiah yang diterima, beliau akan menikmatinya bersama mereka.
- Rasulullah saw sering mengajak Ahlusshuffah untuk makan di rumah istri-istrinya dan selalu mendahulukan mereka. Dalam salah satu riwayat disebutkan bahwa barangsiapa memiliki makanan cukup untuk dua orang, maka hendaklah mengajak orang ketiga.
- Rasulullah saw selalu mengarahkan para sahabat untuk bersedekah kepada Ahlusshuffah. Saat Sayyidah Fatimah ra melahirkan Sayyidinal Hasan, Rasulullah saw menyuruhnya untuk bersedekah seberat rambut al-Hasan untuk Ahlusshuffah.
Selama tinggal di ash-Shuffah, mereka sangat serius dalam beribadah. Mereka beri’tikaf di masjid, hidup dalam kezuhudan, mendirikan shalat, membaca Al-Qur’an, dan berdzikir kepada Allah swt. Selain semangat ibadahnya, mereka juga dikenal dengan kedalaman ilmu dan hafalan haditsnya, seperti Abu Hurairah ra dan Hudzaifah ibnul Yaman ra yang fokus pada hadits-hadits seputar fitnah.
Mereka juga memiliki semangat jihad yang tinggi, dengan beberapa di antara mereka gugur syahid dalam perang Badar. Selain itu, beberapa orang lainnya gugur dalam perang Uhud, Khaibar, Tabuk, dan Yamamah.
Penting untuk dicatat bahwa para Ahlusshuffah bukanlah orang-orang yang memilih jalan hidup zuhud dengan menjauhi kehidupan dunia sepenuhnya. Mereka aktif berjihad di berbagai medan perang. Abu Hurairah ra juga tidak melulu berada di dalam ash-Shuffah; ia pernah mencari nafkah dan menjabat sebagai gubernur Bahrain pada masa khalifah Umar bin al-Khattab ra.