- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Haji Wada’: Perpisahan Terakhir Rasulullah

Google Search Widget

Haji Wada’ adalah haji pertama dan terakhir yang dilakukan oleh Rasulullah saw setelah diutus menjadi nabi, tepatnya pada bulan Dzulqa’dah tahun 10 Hijriah. Peristiwa ini menandai disyari’atkannya ibadah haji bagi umat Muslim dan sekaligus mengisyaratkan bahwa usia Rasulullah tidak lama lagi.

Secara bahasa, kata Wada’ berarti perpisahan, dan hal ini sangat relevan mengingat Rasulullah saw wafat tidak lama setelah haji tersebut. Selain dikenal sebagai Haji Wada’, peristiwa ini juga disebut Haji Balagh, karena Nabi menyampaikan syari’at haji melalui perkataan dan perbuatan. Istilah ‘Balagh’ sendiri berarti penyampaian.

Menurut Abul Hasan an-Nadawi, jumlah jamaah yang ikut dalam Haji Wada’ mencapai 100.000 orang. Sementara Musthafa as-Siba’i menyebutkan jumlahnya sebanyak 114.000. Perbedaan ini wajar terjadi dalam catatan sejarah. Namun, yang pasti, jumlah jamaah yang begitu banyak menunjukkan tingginya antusiasme umat Islam yang datang dari berbagai penjuru Jazirah Arab.

Pencapaian tersebut adalah hasil dakwah yang luar biasa, di mana hanya dalam waktu 23 tahun, Rasulullah berhasil mengubah masyarakat yang sebelumnya terpengaruh ajaran paganisme dan kesyirikan menjadi pengikut agama Islam.

Pada hari itu, Allah menurunkan ayat yang berbunyi:

ٱلۡيَوۡمَ أَكۡمَلۡتُ لَكُمۡ دِينَكُمۡ وَأَتۡمَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ نِعۡمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلۡإِسۡلَٰمَ دِينٗاۚ

Artinya: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Ma’idah [5]: 3)

Mendengar ayat tersebut, beberapa sahabat, termasuk Umar bin al-Khattab, menangis. Mereka memahami bahwa kepergian Rasulullah sudah dekat. Ketika Umar ditanya tentang sebab tangisannya, ia menjawab, “Sesungguhnya, tidak ada kesempurnaan, kecuali setelahnya ada kekurangan.” Ucapan ini menunjukkan bahwa agama Islam telah sempurna, dan tugas Rasulullah saw untuk menyampaikan ajaran-ajaran Islam di tengah umatnya telah selesai.

Dalam pelaksanaan haji tersebut, Rasulullah menyampaikan khutbah yang penuh makna. Beberapa poin penting dari khutbah tersebut meliputi:

  1. Larangan membunuh dan mengambil harta yang bukan haknya.
  2. Larangan praktik riba.
  3. Perintah untuk memenuhi hak-hak istri.
  4. Pentingnya berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Hadits.
  5. Mempererat tali persaudaraan di antara sesama umat Muslim.

Selama proses haji, Nabi memberikan contoh langsung kepada umat Muslim tentang setiap langkah pelaksanaan ibadah haji. Beliau bersabda,

لِتَأْخُذُوا مَنَاسِكَكُمْ فَإِنِّي لاَ أَدْرِي لَعَلِّي لاَ أَحُجُّ بَعْدَ حَجَّتِي هَذِهِ

Artinya: “Ambillah manasik-manasik kalian, karena sesungguhnya aku tidak mengetahui, mungkin saja aku tidak berhaji setelah hajiku ini.” (HR. Muslim).

Hadits ini menunjukkan betapa Rasulullah mempraktikkan langsung proses ibadah haji sebagai bentuk ajakan kepada umatnya. Hal ini juga mengisyaratkan akan adanya perpisahan, karena beliau wafat tidak lama setelah itu.

Haji Wada’ memberikan banyak hikmah dan pelajaran penting. Pertama, peristiwa ini menggambarkan kebenaran risalah yang dibawa oleh Rasulullah saw. Dalam waktu 23 tahun berdakwah, beliau berhasil menarik banyak pengikut. Jumlah 114.000 jamaah yang hadir dalam Haji Wada’ hanya mencakup mereka yang melaksanakan haji; jumlah umat Muslim di luar itu pastinya lebih besar.

Kedua, pencapaian jumlah jamaah tersebut menunjukkan kesungguhan dakwah Nabi sepanjang masa hidupnya meskipun banyak penindasan yang dihadapi.

Ketiga, Rasulullah saw adalah sosok pendidik sejati yang mempraktikkan setiap ajaran yang disampaikannya. Dari Haji Wada’ ini kita melihat bagaimana beliau menyampaikan syari’at haji dengan langsung memandu pelaksanaannya.

Keempat, Haji Wada’ merupakan puncak kematangan umat Islam di mana semua ajaran agama telah disampaikan dan terkodifikasi dalam Al-Qur’an dan Hadits. Meskipun secara tekstual mungkin terlihat tidak lengkap, persoalan-persoalan yang belum dibahas secara eksplisit dapat digali melalui metode qiyas (analogi).

Sebagai kesimpulan, Haji Wada’ mengajarkan kita bahwa setiap pertemuan pasti diakhiri dengan perpisahan. Tugas Rasulullah saw dalam menyampaikan risalah telah selesai, dan peristiwa ini menjadi momen penting untuk direnungkan oleh umat Islam generasi mendatang.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

November 22

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?