Orang-orang musyrik sepakat untuk memerangi dakwah Rasulullah saw, yang mereka anggap telah menghina tuhan-tuhan mereka dan meremehkan pemikiran-pemikiran mereka. Berbagai upaya pun disusun dengan kompak menjelang musim haji, saat banyak pendatang ke Mekah. Rasulullah memanfaatkan momen ini untuk menyampaikan dakwahnya, tetapi orang-orang Quraisy berencana menyebarkan hoaks kepada jamaah haji agar mereka tidak terpengaruh oleh ajakan beliau.
Beberapa isu hoaks yang diusulkan, seperti menyebut Nabi Muhammad sebagai dukun, orang gila, penyair, hingga tukang sihir, tidak sesuai. Akhirnya, mereka sepakat untuk menyebut Rasulullah sebagai tukang sihir karena menganggap beliau telah memecah persaudaraan di kalangan kaum Quraisy dengan cara yang tidak wajar.
Upaya pertama mempengaruhi Abu Thalib, paman Rasulullah yang terhormat di kalangan Quraisy, juga gagal. Kaum Quraisy meminta Abu Thalib agar menghentikan dakwah keponakannya. Namun, Abu Thalib menolak permintaan tersebut dengan lembut. Kedatangan kedua mereka lebih kasar, disertai ancaman untuk menghentikan Nabi Muhammad atau mereka akan membunuh beliau. Abu Thalib sempat merasa takut dan meminta Nabi Muhammad untuk berhenti demi keselamatannya. Namun, Rasulullah dengan tegas menyatakan akan melanjutkan dakwahnya, apapun yang terjadi. Abu Thalib tetap mendukung keponaknya meski dalam ancaman.
Para Quraisy tidak menyerah. Dengan membawa Imarah bin al-Walid bin al-Mughirah, seorang pemuda tampan dan gagah, mereka mencoba menawarkan pertukaran agar Abu Thalib mau menukarkan Nabi Muhammad dengan Imarah. Namun, upaya tersebut juga ditolak dengan tegas.
Selanjutnya, orang-orang Quraisy langsung melakukan negoisasi dengan Rasulullah. Utbah bin Rabi’ah menawarkan berbagai iming-iming seperti harta yang melimpah, jabatan pimpinan, dan bahkan tawaran untuk mendatangkan dokter jika wahyu yang diterima Rasulullah dianggap sebagai gangguan. Namun, setelah mendengar tawaran tersebut, Rasulullah membacakan ayat Al-Qur’an yang menggambarkan ancaman bagi mereka yang berpaling dari petunjuk Allah. Utbah terkejut dan meminta Rasulullah berhenti membaca karena tidak sanggup mendengarnya.
Upaya negoisasi ini tidak hanya sekali dilakukan. Orang-orang Quraisy terus berusaha, hingga menawarkan pertukaran keyakinan dengan harapan Nabi Muhammad bersedia menyembah tuhan mereka sehari. Namun, Allah menurunkan ayat Al-Qur’an yang menegaskan perbedaan agama antara Nabi Muhammad dan orang-orang musyrik tersebut. Ketika tawaran mereka terus gagal, mereka meminta agar Nabi menunjukkan mukjizat. Namun, Rasulullah menolak untuk memenuhi permintaan tersebut, menyadari bahwa hal itu didasarkan pada kekufuran.
Hikmah dari perjuangan dakwah Rasulullah menunjukkan beberapa pelajaran penting. Pertama, beliau tidak mengejar kekuasaan atau kedudukan tinggi dalam dakwahnya. Tawaran menggiurkan dari Utbah bin Rabi’ah tidak membuatnya tertarik sama sekali. Kedua, meskipun memiliki kedudukan sebagai Nabi, Rasulullah tidak memanfaatkan statusnya untuk hidup mewah. Kesederhanaan menjadi bagian dari hidupnya, terlihat dari cara beliau menjalani kehidupan sehari-hari yang jauh dari kemewahan.
Ketiga, Rasulullah memahami kondisi masyarakat Quraisy yang keras kepala dalam kekufuran. Beliau tahu bahwa meskipun mukjizat ditunjukkan, tidak akan mengubah pandangan mereka jika hati mereka telah tertutup. Sikap ini mencerminkan kebijaksanaan dan keteguhan beliau dalam menjalankan misi nabi dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.