Setelah Rasulullah saw berhasil membimbing para sahabat di fase dakwah sembunyi-sembunyi dan membangun masyarakat Muslim generasi awal yang memiliki fondasi akidah yang kuat, turunlah ayat yang menyerukan agar beliau berdakwah secara terang-terangan. Dalam Surah As-Syu’ara [26: 214-215], Allah berfirman:
وَأَنذِرۡ عَشِيرَتَكَ ٱلۡأَقۡرَبِينَ وَٱخۡفِضۡ جَنَاحَكَ لِمَنِ ٱتَّبَعَكَ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.”
Sesuai perintah Allah Swt, Rasulullah kemudian mengumpulkan kabilah dan kerabatnya, Bani Hasyim, untuk mengajak mereka secara terbuka beriman kepada Allah. Beliau memberi peringatan tentang pedihnya siksa neraka bagi yang bermaksiat, serta menjelaskan tanggung jawab masing-masing sebagai hamba Allah. Dari ajakan tersebut, beberapa orang dari Bani al-Muthalib bin Abdi Manaf, sekitar 45 orang laki-laki, menyambut baik dan mengikuti ajakan beliau.
Namun, di tengah penyampaian dakwah, Abu Lahab merupakan orang pertama yang menentang. Meskipun demikian, Abu Thalib melindungi Rasulullah dan meminta beliau untuk melanjutkan misinya. Abu Thalib setuju dengan seruan Nabi, tetapi tetap tidak beriman dan bersikukuh pada agama nenek moyangnya.
Bangsa Arab dikenal dengan semangat kesukuannya, sehingga wajar jika target pertama dakwah terang-terangan adalah kerabat dan kabilah Nabi saw sendiri. Hal ini memudahkan Nabi dalam membangun loyalitas dan solidaritas akidah berbasis kesukuan.
Setelah merasa yakin dengan perlindungan pamannya, Rasulullah memberanikan diri untuk menaiki bukit Shafa dan berseru dengan lantang untuk mengumpulkan orang-orang Makkah. “Wahai Bani Fihr! Wahai Bani ‘Adi!” seru beliau. Mendengar seruan tersebut, marga-marga Quraisy pun berkumpul. Rasulullah menyampaikan kepada mereka tentang pedihnya api neraka bagi orang-orang yang bermaksiat. Tiba-tiba, Abu Lahab datang dan mengancam Rasulullah saw. Perbuatan Abu Lahab ini diabadikan dalam al-Qur’an:
تَبَّتۡ يَدَآ أَبِي لَهَبٖ وَتَبَّ
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.” (QS. Al-Lahab [111]: 1)
Setelah itu, turunlah ayat yang menyerukan agar Rasulullah melebarkan sayap dakwah lebih luas lagi:
فَٱصۡدَعۡ بِمَا تُؤۡمَرُ وَأَعۡرِضۡ عَنِ ٱلۡمُشۡرِكِينَ
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” (QS. Al-Hijr [15]: 94)
Dengan turunnya ayat ini, Rasulullah saw menyampaikan dakwah secara terbuka dengan jangkauan yang lebih luas. Beliau mendatangi kabilah-kabilah dan tempat-tempat berkumpul kaum musyrikin. Dakwah beliau disambut baik oleh sebagian orang, tetapi masih ada banyak yang belum menerima ajakan tersebut. Hal ini menciptakan ketegangan antara pihak yang menerima dakwah dan yang menolak, menyebabkan ketidaknyamanan di kalangan Quraisy.
Hikmah dan Pelajaran
- Mulailah dari diri sendiri
Seruan dakwah secara terang-terangan ini ditujukan kepada kerabat Rasulullah terlebih dahulu. Dengan demikian, sebelum menyampaikan kepada orang lain, wahyu yang turun harus tertanam dalam diri sendiri terlebih dahulu agar siap menerima aturan dan hukum-hukum Allah. Ini merupakan pesan penting bahwa sebelum mengajak orang lain, kita harus memperbaiki diri sendiri terlebih dahulu.
Rasulullah saw pernah bersabda:
ابْدَأْ بِنَفْسِكَ ثُمَّ بِمَنْ تَعُول
“Mulailah dengan dirimu sendiri dan kemudian keluargamu.” (HR Muslim)
Seorang penyair Arab dari Bani Kinanah menekankan pentingnya hal ini dalam syairnya.
- Mengemban amanah publik
Setelah mengajak kalangan kerabat sendiri, Rasulullah saw kemudian melebarkan dakwah ke lintas kabilah dan banyak tempat perkumpulan umat musyrikin. Pesan ini penting bagi para dai dan ulama bahwa di samping tanggung jawab akidah pada diri dan keluarga sendiri, mereka juga memiliki tanggung jawab untuk menjaga akidah masyarakat secara luas. - Islam adalah agama rasionalis
Orang-orang Quraisy Mekah yang kafir sering kali terjebak dalam taklid buta kepada nenek moyang mereka. Mereka menyembah berhala yang tidak bisa memberikan manfaat atau mudharat. Islam datang untuk mengakhiri taklid buta tersebut dengan mengajak umat untuk menyembah Allah Swt, Tuhan Yang Maha Kuasa.
Ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang rasional. Aturan-aturan syariat yang diajarkan Islam bersifat logis dan sesuai dengan akal sehat manusia. Meskipun kadang sulit dipahami, setiap aturan memiliki hikmah di baliknya.