Penaklukan Kota Fusthath, yang kini dikenal sebagai Mesir, berlangsung pada masa kepemimpinan khalifah kedua, Sayyidina Umar bin Khattab. Dalam upaya memajukan wilayah tersebut, Sayyidina Umar bin Khattab RA segera menunjuk sahabatnya, Amr bin Ash RA, sebagai gubernur Fusthath.
Dalam rangka pembangunan Fusthath, gubernur Amr bin Ash RA memilih lokasi strategis untuk mendirikan masjid besar yang akan menjadi pusat kegiatan masyarakat dan tempat beliau mengimami jamaah setiap hari Jumat. Pendirian masjid ini dianggap penting agar masyarakat dapat mendengar berbagai program pembangunan dan sosialisasi yang dikeluarkan dari ibu kota Madinah, serta keputusan-keputusan dari Khalifah Umar bin Khattab RA.
Amr bin Ash RA kemudian menetapkan area untuk pembangunan masjid. Namun, dalam prosesnya, ia menemukan bahwa proyek tersebut melibatkan sebuah rumah kecil milik seorang Yahudi yang menghalangi keindahan masjid. Rumah tersebut lebih layak disebut gubuk dan berdiri di sudut area yang telah ditentukan.
Dengan dukungan masyarakat, Amr bin Ash RA berinisiatif memberikan kompensasi kepada pemilik gubuk dan menawarkan lahan yang lebih luas untuk dibangun rumah baru yang lebih layak. Ia berusaha memberikan solusi yang adil dengan menukar lokasi hunian Yahudi itu.
Namun, pemilik gubuk menolak tawaran gubernur dan mengadukan kebijakan pengusuran tersebut kepada Khalifah Umar bin Khattab RA di Madinah, menganggap tindakan Amr bin Ash RA tidak adil dan sepihak.
Pada suatu Jumat, ketika gubernur Amr bin Ash RA sedang duduk merenung, ia menerima surat dari Khalifah Umar bin Khattab RA. Dalam surat tersebut tertulis, “Dari Amirul Mukminin Umar bin Khattab kepada Gubernur Amr bin Ash, ‘Bangun kembali rumah Yahudi tersebut. Masjid boleh miring. Tapi kebenaran tidak boleh miring.’”
Mendengarkan titah Khalifah, Amr bin Ash RA meletakkan surat itu di atas kepalanya dan berkata, “Titah Amirul Mukminin di atas kepala kami.”
Sebagai bentuk kepatuhan terhadap perintah tersebut, ia pun meruntuhkan sudut masjid yang sebelumnya merupakan area rumah Yahudi dan membangun kembali rumah tersebut di tempat semula. Dengan langkah ini, Amr bin Ash RA menunjukkan komitmennya terhadap keadilan dan kebenaran. Wallahu a’lam.