Puasa pertama kali disyariatkan setelah peristiwa hijrah. Setelah tiba di Madinah, Rasulullah SAW aktif menjalankan puasa Asyura pada tanggal 10 Muharram, sebelum puasa Ramadhan diwajibkan. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari sahabat Ibnu Abbas RA bahwa saat Rasulullah SAW melihat umat Yahudi di Madinah berpuasa Asyura, beliau bertanya, “Puasa apa ini?” Mereka menjawab, “Ini hari baik di mana Allah menyelamatkan Musa dan Bani Israil dari musuh mereka.” Mendengar penjelasan tersebut, Rasulullah SAW pun ikut berpuasa Asyura dan memerintahkan sahabatnya untuk melakukannya.
Rasulullah SAW menegaskan, “Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian.” Dengan demikian, puasa Asyura menjadi bagian dari ibadah yang dijalankan oleh umat Muslim.
Puasa di bulan Ramadhan kemudian disyariatkan pada tahun kedua hijriyah. Allah menurunkan Surat Al-Baqarah ayat 183-185 sebagai perintah wajib untuk berpuasa Ramadhan. Setelah puasa Ramadhan diwajibkan, Rasulullah SAW memberikan pilihan kepada sahabatnya untuk meneruskan puasa Asyura atau tidak. Beliau menyatakan, “Sungguh, Asyura adalah salah satu hari (milik) Allah. Siapa saja yang ingin berpuasa di dalamnya, silakan berpuasa.”
Syekh Muhammad Afifi Al-Baijuri, seorang guru besar hukum Islam di Mesir, menjelaskan bahwa pada tahun pertama kewajiban puasa Ramadhan, para sahabat dilarang untuk mendekati istri mereka pada malam-malam puasa. Namun, Al-Qur’an kemudian meringankan beban ini melalui Surat Al-Baqarah ayat 187 yang mengizinkan mereka untuk berhubungan dengan istri pada malam hari.
Awalnya, umat Islam diberikan pilihan antara menjalankan puasa Ramadhan atau membayar fidyah jika tidak dapat melaksanakannya. Hal ini dijelaskan dalam Surat Al-Baqarah ayat 183-184. Ayat 184 menjelaskan bahwa bagi mereka yang mampu, diharuskan untuk berpuasa atau memberikan makanan kepada fakir miskin setiap harinya jika mereka memiliki kesulitan tambahan. Namun, puasa tetap lebih baik daripada memberi fidyah.
Prinsip penerapan hukum secara bertahap merupakan manhaj Al-Qur’an. Tahapan ini juga diterapkan pada kewajiban puasa. Puasa adalah ibadah yang berat, terutama bagi masyarakat di Hijaz dan bagi umat Muslim awal yang umumnya hidup dalam keadaan faqir. Setelah umat terbiasa dengan ibadah puasa, Al-Qur’an menghapus pilihan fidyah melalui Surat Al-Baqarah ayat 185 dan mewajibkan puasa Ramadhan bagi mereka yang sehat dan mampu.
Tahapan kewajiban puasa terdiri dari tiga fase. Fase pertama adalah kewajiban puasa selama tiga hari dalam setiap bulan dan puasa Asyura. Fase kedua adalah kewajiban puasa Ramadhan dengan pilihan berbuka dan denda fidyah bagi mereka yang mampu secara fisik. Fase ketiga adalah kewajiban puasa Ramadhan tanpa pilihan fidyah bagi mereka yang mampu secara fisik. Wallahu a’lam.