- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Hubungannya dengan Mu’tazilah

Google Search Widget

Pertanyaan yang sering muncul di kalangan umat Islam, khususnya penganut Ahlussunnah wal Jama’ah, adalah tentang apakah Imam Abu Hasan al-Asy’ari pernah menjadi bagian dari golongan ulama Mu’tazilah. Dr. Jamal Farouq ad-Daqqad, dekan fakultas dakwah Universitas al-Azhar dan ulama terkemuka dari Mesir, menolak anggapan tersebut. Dalam sebuah kajian di Kairo, ia menyampaikan keraguannya terhadap beberapa sumber sejarah yang mengklaim bahwa Imam Abu Hasan al-Asy’ari mengajarkan paham Mu’tazilah selama 40 tahun.

Dr. Jamal Farouq ad-Daqqad mengajukan tiga pertanyaan besar untuk menyangkal tuduhan bahwa Imam Abu Hasan al-Asy’ari adalah pembesar ulama Mu’tazilah. Pertama, jika benar Imam Abu Hasan al-Asy’ari pernah mengajar paham Mu’tazilah di Bashrah bersama ayah tirinya, Syekh Ali al-Juba’i, maka perlu ditanyakan: “Siapa ulama Mu’tazilah yang pernah belajar dari beliau?” Kota Bashrah dikenal sebagai pusat kajian keilmuan Islam, sehingga sangat aneh jika tidak ada satu pun ulama Mu’tazilah yang mengakui Imam Abu Hasan al-Asy’ari sebagai guru mereka. Seharusnya, jika beliau benar-benar menjadi guru besar Mu’tazilah, terdapat banyak karya dari para ulama Mu’tazilah yang menyebutkan nama beliau.

Kedua, jika dikatakan bahwa Imam Abu Hasan al-Asy’ari membela paham Mu’tazilah, pertanyaannya adalah: “Adakah pemikiran beliau yang tercatat dalam khazanah pemikiran Mu’tazilah?” Setiap pemikiran penting dari seorang ulama biasanya dicatat dalam karya tulis. Sebagai contoh, Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i mencatat pendapat lamanya dalam kitab ar-Risalah. Namun, tidak ada satupun pemikiran Imam Abu Hasan al-Asy’ari yang terekam dalam sejarah Mu’tazilah. Hal ini menimbulkan keraguan bahwa beliau benar-benar pernah terlibat dalam paham tersebut.

Ketiga, jika Imam Abu Hasan al-Asy’ari adalah seorang pembesar Mu’tazilah, maka pasti rekam jejak beliau akan tercatat dalam buku biografi ulama Mu’tazilah. Dalam kitab Thabaqat al-Mu’tazilah karya Ahmad bin Yahya bin al-Murtadha, banyak biografi ulama Mu’tazilah yang dicatat. Bahkan tokoh sezaman seperti Ibnu Rawandi, mantan ulama Mu’tazilah yang beralih menjadi ateis, tetap tercatat dalam kitab tersebut. Oleh karena itu, tidak masuk akal jika Imam Abu Hasan al-Asy’ari, yang dianggap tokoh besar Mu’tazilah, tidak pernah disebutkan sama sekali.

Dengan demikian, Dr. Jamal Farouq ad-Daqqad menegaskan bahwa Imam Abu Hasan al-Asy’ari adalah seorang ulama Ahlussunnah wal Jama’ah yang murni dan tidak terpengaruh oleh pemikiran Mu’tazilah. Latar belakang kehidupan beliau yang diasuh oleh Syekh Zakaria as-Saji, seorang ulama besar Ahlussunnah wal Jama’ah, menunjukkan bahwa kecondongan Imam Abu Hasan al-Asy’ari tetap kepada paham tersebut.

Hubungan beliau dengan pemikiran Mu’tazilah muncul karena ia tumbuh bersama Syekh Ali al-Juba’i, ayah tirinya yang merupakan seorang ulama Mu’tazilah. Namun, ini tidak mengubah keyakinan beliau terhadap Ahlussunnah wal Jama’ah. Dalam sejarah, terdapat catatan bahwa Imam Abu Hasan al-Asy’ari sering berdebat dengan Syekh Ali al-Juba’i mengenai pemikiran dan argumen-argumen sekte Mu’tazilah.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Imam Abu Hasan al-Asy’ari adalah sosok yang memiliki pemikiran kuat dan jelas terpisah dari ajaran Mu’tazilah, sebagaimana tercatat dalam berbagai sumber sejarah dan kajian.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

March 10

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?