Salah satu pengalaman penting yang dialami Nabi Muhammad SAW saat melakukan Isra’ Mi’raj adalah perjumpaannya dengan para nabi terdahulu. Di antara nabi-nabi yang beliau temui adalah Nabi Musa bin Imran saat berada di langit keenam. Yang menarik, saat bertemu dengan Nabi Bani Israil tersebut, Musa tidak menunjukkan rasa bahagia, melainkan justru bersedih. Mengapa demikian?
Setelah perjalanan malam dari Masjidil Haram menuju Baitul Maqdis dengan menggunakan Buroq, Nabi Muhammad melanjutkan mi’raj ditemani malaikat Jibril. Dalam perjalanan ini, Nabi Muhammad melewati tujuh lapis langit, di mana di setiap langit beliau bertemu dengan nabi-nabi sebelumnya. Langit pertama ditemui Nabi Adam, langit kedua bertemu Nabi Yahya bin Zakaria dan Nabi Isa bin Maryam, langit ketiga bertemu Nabi Yusuf, langit keempat bertemu Nabi Idris, langit kelima bertemu Nabi Harun bin Imran, langit keenam bertemu Nabi Musa bin Imran, dan langit ketujuh bertemu Nabi Ibrahim.
Di setiap pertemuan, Nabi Muhammad mengucapkan salam, dan para nabi menjawab serta mengakui kenabian beliau. Namun, saat berjumpa dengan Nabi Musa, Nabi Muhammad terhenti sejenak. Ketika hendak melanjutkan perjalanan ke langit ketujuh, tiba-tiba Nabi Musa menangis. Ketika ditanya oleh Nabi Muhammad tentang penyebab tangisannya, Musa menjawab, “Aku menangis, karena ada orang yang lebih muda diutus setelahku, tetapi umatnya lebih banyak yang masuk surga daripada umatku.”
Kesedihan Nabi Musa berakar dari perasaannya bahwa jumlah umatnya lebih sedikit dibandingkan umat Nabi Muhammad. Ia merasa umatnya telah melanggar perintah Allah lebih banyak daripada umat yang dipimpin oleh Nabi Muhammad. Meski masa hidup umat Nabi Musa jauh lebih panjang, ia merasa gagal dalam membina umatnya sehingga tidak mampu membawa mereka kepada ketaatan yang lebih baik.
Syekh Badruddin Ahmad al-Aini menjelaskan bahwa Musa menangis karena merasa menyesal atas jumlah umatnya yang sedikit serta ketaatan mereka yang kurang. Ketaatan suatu umat merupakan prestasi bagi seorang nabi. Semakin tinggi tingkat ketaatan umat, semakin tinggi pula derajat nabi yang membimbing mereka di sisi Allah. Sebaliknya, jika umatnya sering melanggar perintah Allah, maka derajat nabinya akan terganggu.
Musa sangat menyesal karena meskipun ia dikaruniai usia yang panjang dan masa hidup umatnya juga lebih lama dibandingkan dengan umat Nabi Muhammad, ia gagal membina umatnya. Jumlah umat Nabi Musa kalah banyak dibandingkan dengan jumlah umat Nabi Muhammad, dan bukan hanya itu, mereka juga kalah dalam hal ketaatan.
Syekh Badruddin Ahmad al-Aini menambahkan bahwa tangisan Nabi Musa bukanlah karena iri hati terhadap Nabi Muhammad. Melainkan, ia merasa menyesal karena tidak dapat meraih pahala yang seharusnya dapat meningkatkan derajatnya di sisi Allah akibat banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh umatnya.
Salah satu ciri khas yang diberikan Allah kepada para nabi-Nya adalah besarnya rasa kasih sayang yang mereka miliki. Selain merasa kurang berhasil dalam membina umatnya, rasa sayang itulah yang membuat Musa menangis. Ia merasa sedih karena tidak bisa membimbing umatnya dengan maksimal.
Syekh Musa Lasyin menyebutkan bahwa Allah menanamkan rasa welas asih dalam hati para nabi-Nya lebih daripada kepada hamba-Nya yang lain. Oleh karena itu, Musa menangis sebagai wujud rasa kasih sayangnya terhadap umatnya.