Di tahun kelahiran Rasulullah, dikenal sebagai Tahun Gajah (‘âm al-fîl), terjadi peristiwa penyerangan tentara gajah yang dipimpin oleh Abrahah untuk menghancurkan Ka’bah. Sebelum upaya tersebut dilakukan, Abdul Muttalib, kakek Nabi Muhammad, sempat bertemu dengan Abrahah.
Saat Abrahah tiba di dekat Makkah, tepatnya di al-Magmas, ia memerintahkan tentaranya untuk merampas ternak penduduk Makkah, termasuk sekitar 200 unta milik Abdul Muttalib. Setelah itu, Abrahah mengutus Hannathah al-Himyari ke Makkah untuk menemui orang yang terhormat di kalangan Quraisy dan menyampaikan bahwa kedatangannya bukan untuk memerangi mereka, kecuali jika mereka menghalangi rencananya menghancurkan Ka’bah.
Hannathah al-Himyari kemudian menemui Abdul Muttalib dan menyampaikan pesan dari Abrahah. Abdul Muttalib menjawab bahwa mereka tidak ingin berperang dan tidak memiliki kemampuan untuk itu. Ia percaya bahwa jika Allah ingin melindungi Ka’bah, maka Allah akan melakukannya sendiri.
Setelah mendengar jawaban Abdul Muttalib, Hannathah mengajaknya untuk menemui Abrahah. Ketika Abrahah melihat Abdul Muttalib, ia terkesan dengan penampilannya yang tinggi dan penuh wibawa. Namun, ketika Abdul Muttalib meminta agar raja mengembalikan dua ratus unta miliknya, Abrahah terkejut. Ia bertanya mengapa Abdul Muttalib tidak membicarakan tentang Ka’bah yang akan dihancurkannya.
Abdul Muttalib menjawab bahwa ia adalah pemilik unta tersebut dan menyerahkan perlindungan Ka’bah kepada Pemiliknya. Meskipun Abrahah yakin tidak ada yang bisa menghentikannya, Abdul Muttalib merasa sudah melakukan yang terbaik.
Dalam riwayat lain, Abdul Muttalib tidak datang sendirian; ia didampingi oleh beberapa pembesar Arab lainnya yang menawarkan sepertiga harta Tihamah untuk menjaga Ka’bah tetap utuh. Namun, Abrahah menolak tawaran tersebut dan tetap mengembalikan dua ratus unta kepada Abdul Muttalib.
Setelah pertemuan itu, Abdul Muttalib menginstruksikan orang-orang Quraisy untuk meninggalkan kota dan berlindung di pegunungan demi menghindari serangan tentara Abrahah. Bersama beberapa orang Quraisy, ia pergi ke Ka’bah dan berdoa memohon perlindungan Allah dari serangan tersebut.
Tujuan Abrahah menghancurkan Ka’bah adalah agar tempat ibadah yang ia bangun menjadi tujuan ziarah utama menggantikan Ka’bah. Namun, usahanya tidak berjalan mulus.
Pagi harinya, Abrahah bersiap memasuki Makkah dengan gajahnya yang bernama Mahmud. Namun, sebelum gajah itu melanjutkan langkahnya, Nufail bin Habib membisikkan agar gajah tersebut kembali ke tempat asalnya karena berada di tanah suci. Gajah itu kemudian menderum dan tidak mau bergerak menuju Makkah.
Abrahah dan tentaranya mencoba segala cara untuk memaksa gajah itu bergerak, tetapi semua usaha mereka gagal. Akhirnya, Allah mengirimkan sekawanan burung dari arah laut yang membawa batu-batu kecil. Setiap batu yang dilemparkan mengenai tentara Abrahah dan menyebabkan mereka panik serta melarikan diri.
Orang-orang Quraisy dan Arab lainnya menyaksikan kejadian itu dari tempat perlindungan mereka. Banyak dari pasukan Abrahah mencari Nufail bin Habib untuk menunjukkan jalan pulang, tetapi ia berada di atas bukit bersama para pengungsi lainnya.
Tahun itu menandai kelahiran Kanjeng Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sebuah kelahiran yang menjadi awal perubahan zaman dari kegelapan menuju terang benderang.