Dalam sejarah perjuangan Nabi Muhammad, terdapat tiga alasan utama yang mendorong beliau untuk berperang. Pertama, perang sebagai bentuk pembelaan diri terhadap serangan musuh, seperti yang terjadi dalam Perang Badar, Uhud, dan Khandaq. Kedua, untuk memberikan pelajaran kepada musuh yang mencari-cari gara-gara atau bersekongkol mengganggu kaum Muslim, meskipun telah ada nota perjanjian atau kerja sama, seperti pada Perang Bani Quraidhah, Khaibar, dan Muth’ah. Ketiga, Nabi Muhammad berupaya menggagalkan rencana musuh yang mengancam keamanan kaum Muslim, terutama dalam Perang Tabuk dan berbagai ekspedisi yang beliau kirimkan untuk mencegah suku-suku bersiap menyerang Madinah.
Selama kurang lebih sepuluh tahun di Madinah, terjadi 64 peperangan antara pasukan umat Islam dan musuh-musuhnya. Dari jumlah tersebut, hanya 26 peperangan yang dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad, sementara sisanya dipimpin oleh utusan beliau.
Nabi Muhammad mulai merasa sakit ketika berada di rumah Sayyidah Maimunah pada hari Rabu, dua malam terakhir bulan Shafar. Pada saat itu, beliau mengalami pening disertai demam. Di hari-hari terakhir kehidupannya, Nabi merasakan sakit yang sangat parah akibat makanan yang dikonsumsinya saat di Khaibar beberapa tahun sebelumnya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Nabi Muhammad menyatakan, “Sekarang saatnya aku merasakan terputusnya urat nadiku karena racun tersebut.”
Ketika kondisi fisiknya semakin memburuk, Nabi Muhammad meminta izin kepada istri-istrinya untuk dirawat di rumah Sayyidah Aisyah. Semua istri beliau mengizinkan permintaan tersebut. Beliau kemudian pindah ke rumah Aisyah pada hari Senin dan wafat pada hari Senin berikutnya. Tepatnya, saat waktu Dhuha pada tanggal 12 Rabiul Awwal tahun 11 H (6 Juni 632 M) di Madinah, dalam usia 63 tahun lebih empat hari.
Jenazah Nabi Muhammad dikafani dengan tiga lapis kain putih, bukan dalam bentuk gamis atau imamah. Al-Abbas menjadi orang pertama yang menshalati jenazah beliau, diikuti oleh Bani Hasyim, kaum Muhajirin, Anshor, dan umat Islam secara umum.
Nabi Muhammad dimakamkan di tempat di mana ruhnya dicabut. Orang-orang seperti Al-Abbas, Ali bin Abi Thalib, Al-Fadhl, kedua putra Al-Abbas: Qatsam dan Syaqran, Usamah bin Zaid, serta Aus bin Huli turut menurunkan jenazah ke liang lahat.
Di atas makam beliau dibangun tatanan batu bata yang terdiri dari sembilan batu bata. Para sahabat kemudian menguruk tanah agar makam beliau rata dan diperciki air sebagai penghormatan terakhir.