Panglima-panglima Khalifah Umar bin Khattab berhasil merebut Kota Yerusalem di Palestina pada tahun 636 M dari Heraklius, Raja Imperium Romawi Timur. Setelah kemenangan tersebut, proses selanjutnya adalah perjanjian serah terima antara Romawi Timur dan umat Islam.
Panglima Romawi serta Patriark Sophronius meminta agar perjanjian penyerahan Kota Yerusalem ditandatangani langsung oleh Khalifah Umar bin Khattab. Awalnya, permintaan ini ditolak oleh Panglima Abu Ubaidillah bin Jarrah dan Panglima Khalid bin Walid beserta pasukan Muslim. Namun, berkat kebijaksanaan Khalifah Umar, ia akhirnya menyetujui permintaan tersebut.
Setelah penandatanganan perjanjian, tibalah waktu shalat dzuhur. Patriark Sophronius menawarkan kepada Khalifah Umar untuk melaksanakan shalat di Gereja Sepulchre, tempat yang dianggap paling suci oleh orang-orang Kristen Romawi. Namun, Khalifah Umar menolak dengan halus, mengungkapkan kekhawatirannya bahwa jika ia shalat di sana, umat Islam di masa depan mungkin akan merampas gereja tersebut untuk dijadikan masjid.
Penolakan Khalifah Umar bukan hanya berkaitan dengan lokasi shalat, tetapi juga mencerminkan pemikirannya yang lebih luas tentang menjaga hubungan antar-agama di tengah suasana konflik. Ia menyadari pentingnya menjaga toleransi dan hubungan baik di antara umat beragama.
Sejarawan Muslim Muhammad Husain Haekal memberikan kesaksian tentang sosok Khalifah Umar bin Khattab. Ia menggambarkan Umar sebagai seorang lelaki agung yang namanya harum dalam sejarah umat Nabi Muhammad. Sebagai sahabat Rasulullah yang cemerlang, Umar menjadi inspirator bagi umat Islam dan hamba yang takwa kepada Allah.
Di tangan Khalifah Umar, Islam berkembang pesat dalam waktu singkat, mampu menaklukkan negeri-negeri legendaris dan meruntuhkan imperium besar Persia serta mengguncang keberadaan imperium Bizantium. Wilayah kekuasaan Islam pun membentang luas, mencakup Cerynecia (Tripoliana), Mesir, Nubia, Levantina (Syam), Anatolia, hingga Persia.
Oleh karena itu, sosok Umar sering dianggap setara dengan Kaisar Alexander Agung dan Cyrus The Great, dua penguasa besar pada zamannya yang memiliki pengaruh luas. Namun, kehidupan Umar tidak seperti para Kaisar lainnya yang umumnya bergelimang harta dan kemewahan. Ia hidup sederhana dan bersahaja, menjadikan ketakwaan sebagai cita-cita utamanya.
Bagi Khalifah Umar, ketakwaan berarti memperkuat hubungan vertikal dengan Allah serta menjaga hubungan sosial yang baik dengan rakyatnya, tanpa memandang suku, agama, atau kelompok. Ia percaya bahwa tenggang rasa terhadap seluruh rakyat merupakan wujud nyata dari ketakwaan kepada Allah.