Kecerdasan strategis Khalid bin Walid dari Bani Makhzum tidak dapat dipungkiri dalam penaklukan wilayah. Di bawah kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab, Khalid tetap dipercaya sebagai Panglima, sebuah amanah yang juga diemban saat masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Saat itu, Khalid diberikan tugas berat untuk menaklukkan kekuasaan Persia, sebuah imperium besar yang pernah menundukkan Kerajaan Romawi. Dengan kepemimpinan Umar bin Khattab, Khalid berhasil menaklukkan Persia, dan keberhasilannya disambut meriah oleh seluruh pasukan. Namun, keputusan Khalifah Umar untuk memecat Khalid membuat banyak orang terkejut. Umar adalah satu-satunya pemimpin yang berani mengambil langkah tersebut meskipun Khalid merupakan seorang panglima yang hebat.
Dalam memoarnya, KH Saifuddin Zuhri mengungkapkan bahwa keputusan Umar diambil karena khawatir akan adanya pengagungan berlebihan terhadap Khalid oleh rakyat. Umar juga memikirkan kepentingan pribadi Khalid agar tidak terlena dengan pujian yang dapat merusak moralnya. Meskipun dipecat, Khalid tidak menunjukkan kemarahan. Ia menerima keputusan itu dengan ikhlas dan tetap setia mendampingi Khalifah Umar.
Khalifah Umar dikenal sebagai sosok yang tegas namun sederhana. Dalam karya Maulana Jalaluddin Rumi, diceritakan bahwa seorang penasihat dari Byzantium datang untuk menghadap Umar di Madinah. Penasihat itu terkejut karena tidak menemukan istana megah. Ketika bertanya kepada penduduk setempat, ia mendapat jawaban bahwa raja mereka tidak memiliki istana mewah, melainkan hatinya yang diterangi oleh cahaya takwa.
Penasihat itu semakin penasaran mencari tahu siapa sosok yang dikenal sebagai penakluk dua benua, Persia dan Byzantium. Penduduk Madinah menunjukkan Umar yang sedang memberi makan dan memandikan unta milik baitul mal, anak-anak yatim, dan para janda. Sikap sederhana dan tanggung jawabnya terhadap rakyat membuat penasihat itu terkesan.
Ketika penasihat tersebut mendekati Umar dan bertanya tentang tindakan tersebut, Umar menjawab bahwa itu adalah tanggung jawabnya sebagai pemimpin. Ia merasa bertanggung jawab kepada Allah atas kesejahteraan rakyatnya. Melihat sosok negarawan ideal di hadapannya, penasihat itu akhirnya bersyahadat dan mengikrarkan keislamannya di hadapan Umar.
Kisah ini menunjukkan bahwa kepemimpinan yang baik bukan hanya soal kekuasaan, tetapi juga tentang tanggung jawab dan keteladanan yang ditunjukkan kepada rakyat.