- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Abu Musa al-Asy’ari: Pembela Manhaj Ahlussunnah wal Jama’ah

Google Search Widget

Segenap santri di berbagai sudut pesantren selalu mengagumi sosok Ali bin Ismail, lebih dikenal dengan julukan Abu Musa al-Asy’ari. Nama beliau harum di setiap kajian ilmu aqidah dan menjadi tokoh penting dalam paham Ahlussunnah wal Jama’ah. Beliau adalah keturunan sahabat Nabi, Abu Musa al-Asy’ari, yang disabdakan oleh Rasulullah bahwa kaumnya adalah golongan yang dicintai oleh Allah.

Dalam sebuah riwayat, Abu Musa al-Asy’ari mengisahkan bahwa ia membaca di hadapan Nabi ﷺ tentang ayat yang menyatakan bahwa Allah akan mendatangkan suatu kaum yang dicintai-Nya. Rasulullah ﷺ pun menegaskan bahwa kaum tersebut adalah kaumnya, dengan memberikan isyarat kepada Abu Musa al-Asy’ari (HR Al-Hakim).

Abu Musa al-Asy’ari dikenal sebagai tokoh besar yang tak kenal lelah dalam memperjuangkan manhaj Ahlussunnah wal Jama’ah. Ia berjuang untuk mempertahankan ajaran yang lurus dari para sahabat Nabi, menghalau pemikiran yang menyimpang baik dari kalangan Mu’tazilah yang terlalu berlebihan menggunakan akal dalam beraqidah, maupun dari sekte ekstremis yang kaku dalam memahami teks Al-Qur’an dan hadits, seperti Rafidhah. Ibnu as-Sakir menyebutkan bahwa para ulama ahli hadits sepakat bahwa Abu al-Hasan Ali bin Ismail al-Asy’ari adalah seorang imam dari kalangan pembesar ulama hadits dan mazhabnya adalah mazhab ahli hadits.

Semangat juangnya terukir dalam syair yang menggambarkan tekadnya yang tak mengenal bosan. Beliau lahir pada tahun 260 H dan sejak muda telah ditinggal wafat oleh ayahnya. Atas wasiat ayahnya, beliau belajar hadits kepada Syekh Zakaria as-Saji, seorang ulama terkenal, serta beberapa ulama lainnya. Meski pernah belajar kepada Ali al-Juba’i, seorang tokoh Mu’tazilah dan ayah tirinya, pengalaman itu kelak menjadi bekal untuk mematahkan argumen sekte tersebut saat ia berjuang membela manhaj Ahlussunnah wal Jama’ah.

Dikisahkan bahwa suatu malam, Abu al-Hasan al-Asy’ari merasa ragu terhadap beberapa permasalahan aqidah. Setelah shalat dua rakaat dan meminta petunjuk Allah, ia bermimpi bertemu Rasulullah ﷺ yang memintanya untuk mengikuti sunnah. Setelah itu, ia membandingkan permasalahan aqidah dengan Al-Qur’an dan hadits, lalu menetapkan keyakinannya.

Beliau kemudian menulis pembelaan terhadap manhaj Ahlussunnah wal Jama’ah dan setelah lima belas hari, menyampaikan di masjid bahwa ia telah menemukan keyakinan baru yang tertuang dalam kitab-kitabnya. Abu al-Hasan al-Asy’ari lebih dikenal dengan pemikirannya dalam ilmu aqidah melalui karya monumentalnya “Maqalat al-Islamiyyin,” tetapi juga memiliki karya lain dalam bidang hadits, tafsir Al-Qur’an, dan ushul fiqh.

Perannya dalam ilmu aqidah adalah untuk menguatkan argumen serta dalil yang diajukan para ulama sebelumnya. Ia menghadapi sekte-sekte sesat dengan keberanian dan meneruskan wasiat Nabi ﷺ untuk mengungkapkan ilmu. Menjelang wafat pada tahun 324 H, beliau berwasiat kepada murid-muridnya untuk tidak mengkafirkan sesama umat Islam, menyatakan bahwa perbedaan yang ada hanyalah perbedaan dalam penjelasan.

Abu al-Hasan al-Asy’ari tidak mendirikan mazhab baru, melainkan meneguhkan mazhab ulama terdahulu dan membela manhaj para sahabat Nabi. Penisbatannya kepada manhaj ini menjadikannya sebagai salah satu tokoh penting dalam sejarah perkembangan aqidah Islam.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

November 22

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?