Pandangan transenden ini seharusnya tidak membuat seseorang bersikap fatalis dan mengabaikan upaya pencegahan, penanganan, serta pengobatan. Ikhtiar yang dilakukan manusia adalah bagian dari menjalankan perintah agama, yang mendorong umat Islam untuk berusaha.
Menghadirkan nama Allah SWT dalam setiap upaya juga sangat penting. Contoh yang dapat diambil adalah kisah Nabi Musa yang berusaha mengobati sakitnya. Dalam sebuah riwayat yang ditulis Imam Ar-Razi, ketika Nabi Musa merasakan sakit perut, beliau mengadu kepada Allah. Allah memerintahkan beliau untuk mengambil sejenis daun di padang pasir, dan setelah mengunyahnya, Nabi Musa sembuh dengan izin-Nya. Namun, saat mengalami masalah yang sama lagi, Nabi Musa langsung mengunyah daun tersebut tanpa meminta petunjuk Allah, dan sakitnya malah bertambah parah. Allah menjelaskan bahwa tindakan pertama beliau dilakukan dengan permohonan kepada-Nya, sedangkan tindakan kedua tidak.
Kisah ini mengingatkan kita bahwa setiap tindakan perlu disertai dengan pendidikan batin dan doa kepada Allah, meskipun itu adalah tindakan yang biasa dilakukan. Memohon ridha Allah dalam setiap amal baik sangatlah penting.
Dalam konteks pemikiran keagamaan mengenai wabah, ada berbagai perspektif. Salah satunya adalah pemikiran Lisan-ad-Din Ibn al-Khatib, seorang ilmuwan pada abad ke-14, yang memperkenalkan ‘Teori Kontagion’. Dengan merujuk pada pengalaman wabah Black Death di Eropa dan Andalusia, ia menolak pandangan ulama konservatif yang menyerahkan segalanya kepada Allah tanpa usaha. Menurutnya, penyebab wabah harus dibuktikan melalui data dan penelitian.
Hal ini menunjukkan adanya dua corak pemikiran yang saling berseberangan: satu berlandaskan agama dan teologi, dan yang lain terbuka untuk kajian empiris.
Kisah lain yang dapat direnungkan adalah peristiwa pada masa Khalifah Umar bin Khattab ketika terjadi wabah di Awamas, dekat Yerusalem. Wabah ini menyebar hingga Syam dan Irak pada akhir 17 Hijriah, menyebabkan kepanikan massal. Ketika disarankan untuk berbalik, Umar menjelaskan bahwa ia dan pasukannya berusaha berpindah dari takdir buruk ke takdir baik.
Sahabat Abdurrahman bin ‘Auf mengingatkan sabda Nabi Muhammad SAW tentang perilaku saat wabah melanda suatu negeri. Pada akhirnya, wabah tersebut berhenti ketika sahabat Amr bin Ash memimpin Syam. Dengan kecerdasan dan izin Allah SWT, Amr berhasil menyelamatkan wilayah tersebut dengan cara menyarankan masyarakat untuk berlindung di dataran tinggi, sehingga penyebaran wabah mereda.
Kisah-kisah ini menggambarkan pentingnya keseimbangan antara ikhtiar lahir dan batin dalam menghadapi musibah seperti wabah penyakit.