Dalam dunia pesantren, nama Imam as-Suyuthi sudah sangat dikenal. Ia adalah seorang ulama besar yang karyanya memenuhi banyak perpustakaan di Indonesia. Salah satu karya terkenal beliau adalah kitab Tafsir Jalalain, sebuah kitab tafsir yang ringkas dan mudah dipahami oleh para santri. Nama lengkapnya adalah Abdurrahman, putra dari al-Kamal Abu Bakar bin Muhammad bin Sabiq ad-Din bin al-Fakhr Utsman bin Nadzir ad-Din Muhammad bin Saif ad-Din Khudr bin Najm ad-Din Abu Sholah Ayyub bin Nashir ad-Din Muhammad bin as-Syaikh al-Himam. Dalam kitabnya, Husnul Muhadharah fi Tarikh Mishr wal Qahirah, beliau menjelaskan latar belakang keluarganya. Kakek buyutnya, as-Syaikh al-Himam, adalah seorang pembesar tarekat, sementara leluhurnya yang lain banyak berprofesi sebagai hakim dan pedagang. Ayahnya dikenal sebagai pengajar ilmu agama yang tersohor di daerahnya.
Ayah Imam as-Suyuthi berasal dari kota Asyuth, Mesir. Imam as-Suyuthi lahir setelah maghrib pada malam Ahad di awal bulan Rajab tahun 849 H di Kairo, ibu kota Mesir. Sejak lahir, ayahnya sudah mendapatkan isyarat bahwa sang buah hati akan menjadi ulama besar. Alkisah, menjelang kelahirannya, ayahnya membutuhkan sebuah kitab dan memerintahkan istrinya untuk mengambilnya di perpustakaan. Ketika mengambil kitab itu, sang istri mengalami rasa sakit untuk melahirkan, dan akhirnya Imam as-Suyuthi lahir di antara buku-buku di perpustakaan tersebut. Sejak itu, ia dijuluki Ibnu al-Kutub (anak kitab-kitab). Di masa kecilnya, Imam as-Suyuthi pernah dibawa ke hadapan seorang wali agung Mesir, Syekh Muhammad al-Majdzub, untuk didoakan. Berkat doa sang wali, ia mendapatkan keberkahan ilmu yang luar biasa.
Imam as-Suyuthi ditinggal wafat ayahnya sejak kecil, yaitu saat usianya 5 tahun. Belum genap 8 tahun, ia telah mengkhatamkan hafalan Al-Qur’an 30 juz. Ia kemudian mulai menghafalkan mandzumah Alfiyah karya Imam Ibnu Malik dalam ilmu nahwu sharaf, kitab al-Minhaj karya al-Badhawi dalam ilmu ushul fiqh, dan kitab al-Minhaj karya an-Nawawi dalam ilmu fiqih. Pada usia 15 tahun (tahun 863 H), Imam as-Suyuthi mulai menekuni bidang keilmuan. Ia mengambil ilmu faraidh dari Syekh Syihab ad-Din asy-Syarmusahi yang berusia lebih dari seratus tahun. Syekh tersebut kemudian memberikan mandat kepada Imam as-Suyuthi untuk mengajar gramatika bahasa Arab pada awal tahun 866 H. Di tahun yang sama, ia menyelesaikan karya pertamanya yang berjudul “Syarh al-Isti’adzah wal Basmalah”. Ia juga mengambil ilmu fiqih kepada Syekh Alam ad-Din al-Bulqini hingga sang guru wafat pada tahun 868 H.
Imam as-Suyuthi belajar dari banyak guru lainnya seperti Syekh Syaraf ad-Din Yahya al-Munawi (w. 871 H), Syekh Muhyi ad-Din Muhammad bin Sulaiman al-Kafiji (w. 879 H), Syekh Saif ad-Din Muhammad bin Muhammad al-Hanafi (w. 881 H), dan Syekh al-Izz Ahmad bin Ibrahim al-Kattani. Ia mencatat dalam kitab Husnul Muhadharah fi Tarikh Mishr wal Qahirah bahwa ia telah mendapatkan legalitas berfatwa dari guru-gurunya sebelum genap berusia 20 tahun, tepatnya sejak awal tahun 871 H. Di usia 21 tahun (872 H), Imam as-Suyuthi mulai mendalami ilmu hadits di bawah arahan para ulama terkemuka. Ia memiliki keahlian mendalam dalam tujuh bidang ilmu: tafsir al-Qur’an, hadits, fiqih, nahwu, ma’ani, bayan, dan badi’. Selain itu, ia juga menguasai ilmu ushul fiqh, faraidh, qira’at, dan kedokteran. Meskipun demikian, ia mengakui kesulitan dalam memahami ilmu manthiq dan matematika.
Salah satu resep keberkahan ilmu hadits Imam as-Suyuthi adalah saat ia berhaji dan meminum air zam-zam dengan harapan diberikan keluasan ilmu fiqih seperti Imam Sirajuddin al-Bulqini dan ilmu hadits seperti Imam Ibnu Hajar al-Asqalani. Dalam kitab Husnul Muhadharah fi Tarikh Mishr wal Qahirah, ia mencatat bahwa telah menciptakan sekitar 300 karya tulis yang disebarluaskan semasa hidupnya. Menurut Ibnu Iyas, jumlah karya beliau mencapai lebih dari 600, sedangkan Carl Brockelman mencatat sebanyak 415 karya. Muridnya ad-Dawudi menyebutkan bahwa total karya beliau berjumlah 500. Di antara karya-karya pentingnya adalah kitab al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, Alfiyyah fi Musthalah al-Hadits, al-Asybah wa Nadzair fi Qawa’id wa Ushul Fiqh, al-Hawi lil Fatawi, dan Miftah al-Jannah fi Ihtijaj bi Sunnah.
Imam as-Suyuthi pernah menyatakan dalam kitab Husnul Muhadharah fi Tarikh Mishr wal Qahirah bahwa ia memiliki kelengkapan untuk menjadi mujtahid mutlaq (berijtihad mandiri) dalam hukum fiqih. Namun, dalam kitab Taqrir al-Istinad fi Tafsir al-Ijtihad, ia menegaskan bahwa meskipun memiliki keahlian yang luas dalam berfatwa, ia tetap mengikuti (taqlid) kepada Imam asy-Syafi’i dalam ushul fiqh dan fiqih. Ia juga menyatakan pentingnya adanya seseorang yang berijtihad dalam menyikapi permasalahan hukum fiqih selama tetap bersandar kepada salah satu dari empat mazhab fiqih.
Sepanjang hidupnya, Imam as-Suyuthi menghabiskan waktu untuk mengajar dan menulis. Ia wafat pada malam Jumat tanggal 19 Jumadal Ula tahun 911 H dalam usia 61 tahun lebih 10 bulan lebih 18 hari.