Beberapa hari terakhir, banyak penceramah yang berbicara dengan semangat tinggi, bahkan ada yang mengutuk jika tahun ini haji ditiadakan dan tidak ada thawaf, maka dunia ini akan hancur. Dalam konteks ini, penting untuk merujuk pada sejarah haji dan penutupan Ka’bah yang telah terjadi sebelumnya.
Ka’bah merupakan bangunan suci yang memiliki sejarah panjang. Dalam buku “Sejarah Haji dan Manasik,” dijelaskan bahwa pembangunan Ka’bah dimulai jauh sebelum Nabi Muhammad. Ada berbagai pendapat mengenai siapa yang membangun Ka’bah pertama kali, mulai dari Malaikat hingga Nabi Ibrahim dan putranya, Ismail. Setelah beberapa kali mengalami peristiwa bencana, termasuk banjir pada masa Nabi Nuh, Ka’bah terus dibangun kembali oleh para nabi hingga menjadi seperti yang kita kenal sekarang.
Pelaksanaan haji pertama kali dilakukan oleh Nabi Muhammad setelah turunnya ayat ke-97 Surat Ali Imran. Namun, pada tahun ke-6 H, pelaksanaan haji gagal karena sabotase dari orang-orang Quraisy. Haji baru dapat dilaksanakan kembali pada tahun ke-9 H di bawah pimpinan Abu Bakar, yang menjadi Amir al-Haj pertama dalam sejarah Islam. Perbedaan pendapat mengenai tahun awal pelaksanaan haji di kalangan ulama menunjukkan betapa kompleksnya sejarah ini.
Pada masa Khulafa’ Rasyidin, haji dilaksanakan dengan baik, meskipun pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib, haji terhenti karena perang Shiffin. Sejak itu, pelaksanaan haji terus berlanjut pada masa kekhalifahan Bani Umayah, Bani Abbasiyah, dan seterusnya. Namun, keamanan Masjidil Haram tidak selalu terjamin, dan berbagai serangan serta penutupan Ka’bah pernah terjadi.
Ka’bah telah ditutup beberapa kali dalam sejarah Islam. Meskipun ada klaim bahwa penutupan ini terjadi sekitar 40 kali, banyak sejarawan sepakat bahwa penutupan signifikan terjadi antara tiga hingga lima kali. Salah satu penutupan paling terkenal adalah ketika Hajaj bin Yusuf al-Staqafi menyerang Ka’bah pada tahun 693 M untuk merongrong kekuasaan Abdullah bin Zubair. Penutupan ini diiringi dengan kerusakan pada Ka’bah akibat serangan tersebut.
Selanjutnya, pada tahun 930 M, suku Qaramithah di bawah pimpinan Abu Tahir al-Qurmuthi melakukan serangan brutal yang menyebabkan penutupan Ka’bah selama 22 tahun setelah mereka membantai puluhan ribu jamaah haji dan mencuri Hajar Aswad. Pada tahun 1979 M, Ka’bah juga ditutup selama 15 hari akibat penguasaan oleh Juhaimah al-‘Utaibi.
Epidemi juga menjadi salah satu penyebab terganggunya pelaksanaan haji. Pada tahun 1814 M, sekitar 8.000 orang meninggal karena epidemi di Hijaz, dan pelaksanaan haji terhenti. Tahun 1837 M menyaksikan penghentian aktivitas haji selama bertahun-tahun akibat epidemi yang menyebabkan ribuan peziarah meninggal setiap harinya.
Selain itu, pada tahun 1629 M terjadi banjir besar yang merobohkan dinding Ka’bah hingga memaksa penghentian manasik haji dan umrah selama beberapa bulan untuk perbaikan.
Penutupan Ka’bah akibat pandemi Covid-19 belakangan ini bukanlah yang pertama dalam sejarah Masjidil Haram. Keputusan untuk tidak menerbitkan Visa Umrah dan pembatasan akses ke area Ka’bah demi sterilisasi merupakan langkah yang diambil untuk menjaga kesehatan semua orang.
Sejarah menunjukkan bahwa meskipun ada berbagai tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan ibadah haji dan thawaf, umat Muslim selalu berusaha untuk melanjutkan tradisi ini dengan penuh iman dan harapan.