- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Kisah Mariyah al-Qibtiyah, Istri Nabi Muhammad

Google Search Widget

Mariyah binti Syam’un lahir di Desa Hafan, dekat Sungai Nil, Mesir. Ia berasal dari Suku Qibti dan dikenal dengan sebutan Mariyah al-Qibtiyah. Ayahnya adalah seorang Mesir, sedangkan ibunya adalah seorang Nasrani dari Romawi. Nasib mempertemukan Mariyah dan saudarinya, Sirin, untuk tinggal di Istana Muqawqis, pemimpin Kota Iskandariyah, Mesir pada masa itu.

Pada tahun ke-7 H, Nabi Muhammad mengutus Hatib bin Abi Balta’ah untuk mengantarkan surat kepada Muqawqis. Dalam surat tersebut, Nabi Muhammad mengajak Muqawqis untuk memeluk Islam dengan janji keselamatan dan pahala berlipat ganda. Namun, Muqawqis mengaku sudah mendengar tentang akan munculnya seorang nabi baru, tetapi tidak menyangka bahwa nabi tersebut berasal dari negeri Arab, bukan dari Syam.

Muqawqis menunjukkan rasa hormat yang tinggi kepada Nabi Muhammad. Dalam satu riwayat, ia menyatakan akan memeluk Islam jika tidak ada Raja Romawi yang menghalanginya, mengingat pada saat itu Mesir berada di bawah kekuasaan Romawi Timur. Ia juga khawatir kehilangan kekuasaannya karena bangsa Mesir sangat kuat memegang teguh agama mereka.

Walaupun Muqawqis menolak ajakan Nabi Muhammad, ia mengirimkan surat balasan beserta hadiah-hadiah untuk Nabi, termasuk dua hamba sahaya bersaudara: Mariyah dan Sirin, serta beberapa hadiah lainnya seperti emas murni, madu, minyak wangi, unta, dan bahan baju buatan Mesir.

Mariyah dan Sirin merasa sedih karena harus meninggalkan Mesir, tempat tinggal mereka. Untuk menghibur mereka, Hatib menceritakan tentang kebijaksanaan Nabi Muhammad dan ajaran Islam selama perjalanan ke Madinah. Dalam perjalanan ini, Mariyah dan Sirin akhirnya menerima ajakan Hatib untuk memeluk Islam.

Setibanya di Madinah, Hatib menyerahkan semua hadiah dari Muqawqis kepada Nabi Muhammad. Ketika melihat Mariyah, Nabi Muhammad tertarik padanya; ia adalah perempuan berkulit putih dengan wajah cantik dan rambut bergelombang. Nabi kemudian menjadikannya sebagai istri dan memberikan perlindungan penuh kepadanya.

Nabi Muhammad membangun sebuah rumah untuk Mariyah di ujung timur Madinah, lengkap dengan dua bilik dan loteng terbuka. Mariyah hidup tenang dan bahagia bersama Nabi Muhammad. Pada tahun kedua pernikahan mereka, Mariyah hamil, yang membuat Nabi sangat gembira karena sebelumnya hanya Sayyidah Khadijah yang melahirkan anak untuknya. Untuk memastikan kesehatan Mariyah dan anaknya, Nabi sering mengunjungi kediaman mereka.

Salma, dukun beranak yang dipanggil Nabi Muhammad, membantu proses kelahiran Sayyidah Mariyah. Saat Salma memberitahu bahwa anaknya lahir laki-laki dan diberi nama Ibrahim, Nabi sangat bersyukur. Setelah kelahiran Ibrahim, Nabi Muhammad memerdekakan Mariyah dan menjamu fakir miskin di Madinah sebagai bentuk syukur.

Namun kebahagiaan mereka tidak bertahan lama. Pada tahun ke-10 H, Ibrahim jatuh sakit dan meninggal dunia. Kejadian ini sangat menyentuh hati Nabi dan Mariyah. Keduanya menghadapi kesedihan dengan sabar dan ikhlas. Setahun setelah itu, pada tahun ke-11 H, Nabi Muhammad juga wafat setelah mengalami sakit.

Setelah kehilangan suaminya, Sayyidah Mariyah tidak pernah lagi bergaul dengan orang lain. Ia hanya keluar untuk menemui saudarinya Sirin dan berziarah ke makam Nabi Muhammad dan anaknya Ibrahim. Sayyidah Mariyah wafat pada tahun ke-16 H dan dikuburkan di Baqi’ setelah diimami oleh Khalifah Umar bin Khattab.

Kehidupan rumah tangga Nabi Muhammad dan Sayyidah Mariyah juga menghadapi berbagai cobaan. Suatu ketika, Sayyidah Hafshah—istri Nabi lainnya—marah karena mereka tinggal di rumahnya. Untuk mendapatkan ridha Sayyidah Hafshah, Nabi bersumpah untuk mengharamkan Mariyah baginya selama satu hari. Namun tidak lama kemudian Allah membatalkan sumpah tersebut melalui wahyu.

Rumor juga sempat beredar bahwa Sayyidah Mariyah berselingkuh dengan seorang pelayan dari Suku Qibti. Namun tuduhan ini segera dibantah oleh Allah melalui malaikat Jibril yang menjelaskan bahwa lelaki tersebut telah dikebiri oleh Raja Mesir.

Kehadiran Sayyidah Mariyah dalam kehidupan Nabi Muhammad menimbulkan kecemburuan di antara istri-istri Nabi yang lain karena ia adalah salah satu istri yang dapat memberinya keturunan. Kisah ini menggambarkan betapa kompleksnya dinamika kehidupan rumah tangga Nabi Muhammad serta tantangan yang dihadapi oleh beliau dan istri-istrinya.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

March 10

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?