Pada zaman Nabi Muhammad Saw, para sahabat perempuan (shahabiyah) hidup berdampingan dengan kaum laki-laki. Mereka aktif belajar, menyebarkan, dan berhijrah dalam perjuangan Islam. Dengan semangat kebersamaan, mereka saling membantu dan melengkapi dalam menjalani kehidupan bersama suami masing-masing.
Banyak shahabiyah yang turut terjun ke medan perang, berkontribusi dalam membantu pasukan umat Islam. Peran mereka tidak hanya sebagai tenaga medis dan penyuplai logistik, tetapi juga sebagai pejuang yang memanggul senjata. Di antara mereka adalah Nusaibah binti Ka’ab, Rubayyi’ binti Muadz, Ummu Sulaim, Rufaidah al-Aslamiyah, Shafiyah (bibi Nabi), Sayyidah Fatimah (putri Nabi), dan Asma’ binti Yazid.
Asma binti Yazid dikenal sebagai sosok yang berani, kritis, dan pandai berbicara. Ia sering menjadi wakil perempuan untuk mengajukan pertanyaan kepada Nabi Muhammad Saw ketika mereka merasa tidak berani atau ragu. Suatu ketika, Asma mendatangi majelis Nabi Muhammad untuk menyampaikan pendapatnya. Ia duduk di antara kaum laki-laki untuk mendengarkan pengajaran Nabi. Di tengah acara, Asma mengangkat tangannya dan menyampaikan isi pikirannya tentang perlakuan yang dirasakan kaum perempuan.
Dengan tegas, Asma protes bahwa kaum laki-laki lebih diutamakan dalam ibadah dibandingkan perempuan. Mereka dapat shalat berjamaah di masjid, berperang di jalan Allah, menyaksikan jenazah, dan melakukan amal lainnya yang tidak dilakukan oleh perempuan. Sementara itu, perempuan hanya dianggap sebagai penjaga rumah dan pengasuh anak. Ia bertanya kepada Nabi Muhammad, “Apakah kami mendapatkan pahala yang sama dengan mereka, wahai Rasulullah?”
Nabi Muhammad terkesan dengan ucapan dan pertanyaan Asma. Ia menilai pertanyaan tersebut sangat baik dan kemudian bertanya kepada sahabatnya apakah mereka pernah mendengar pertanyaan sebaik itu dari seorang perempuan. Mereka menjawab tidak.
Nabi Muhammad kemudian menjawab, “Kembalilah Asma, katakan kepada wanita-wanita di belakangmu bahwa bergaul baik dengan suami, mencari ridhanya, dan mengikuti petunjuknya setara pahalanya dengan semua yang kau sebutkan tadi.” Mendengar jawaban Nabi seperti itu, Asma merasa bahagia dan meninggalkan majelis sambil mengucapkan ‘La ilaha illa Allah’ dan takbir.
Tak hanya itu, Asma binti Yazid juga berani mengajukan pertanyaan seputar tata cara bersuci dari haid. Ia tidak merasa malu menanyakan hal tersebut karena menganggapnya sebagai hak dan bagian dari kesucian.
Di samping keberaniannya dalam berbicara, Asma juga terjun langsung ke medan perang. Ia tercatat ikut serta dalam Perang Yarmuk dan berhasil membunuh sembilan tentara Romawi.
Asma binti Yazid wafat pada tahun ke-30 H, atau 17 tahun setelah Perang Yarmuk. Sepanjang hidupnya, ia meriwayatkan 81 hadits Nabi Muhammad. Beberapa ulama hadits terkemuka yang meriwayatkan dari Asma binti Yazid antara lain Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasai, dan Ibnu Majah.