Dalam kitab al-Sîrah al-Nabawiyyah, Imam Ibnu Hisyam menceritakan peralihan kekuasaan kerajaan Yaman kepada Hassan bin Tubban As’ad. Ayah Hassan, Tubban As’ad, dikenal sebagai “tubba’ul âkhir” (raja terakhir) sebelum dikuasai oleh Rabi’ah bin Nashr dan kemudian merebut kembali kekuasaan setelah Rabi’ah meninggal. Imam Ibnu Ishaq mencatat:
“Ketika Rabi’ah bin Nashr meninggal, kerajaan Yaman seluruhnya kembali kepada Hassan bin Tubban As’ad Abi Karib—Tubban As’ad adalah raja terakhir—bin Kulki Karib bin Zaid, dan Zaid adalah raja pertama, bin ‘Amr Dzil Adz’ar bin Abrahah Dzil Manar bin Risy.”
Imam Ibnu Ishaq juga menyebutkan bahwa Tubba’—gelar raja-raja Yaman—Tubban As’ad Abi Karib pernah datang ke Madinah dan membawa dua rabbi Yahudi ke Yaman. Dalam al-Sîrah al-Nabawiyyah tercatat:
“Tubban As’ad Abu Karib mendatangi Madinah dan membawa dua rabbi Yahudi dari Madinah ke Yaman.”
Tubban As’ad berkuasa sebelum Rabi’ah bin Nashr. Untuk informasi lebih lanjut, dapat dibaca tulisan sebelumnya di NU Online berjudul “Mimpi Raja Yaman tentang Nabi Muhammad Dua Abad Sebelum Kelahirannya.”
Kembali pada Tubban As’ad, Imam Ibnu Ishaq mengisahkan bahwa suatu ketika ia melintasi Madinah tanpa melakukan kekerasan terhadap penduduknya. Ia meninggalkan salah seorang anaknya di sana, namun anak tersebut dibunuh oleh penduduk. Mengetahui hal ini, Tubban As’ad berniat kembali ke Madinah untuk menghancurkan kota tersebut dan menebangi pohon kurma penduduknya. Kabilah al-Anshar berkumpul dipimpin oleh ‘Amr bin Thallah, saudara dari Bani al-Najjar, untuk menghadapi Tubban As’ad.
Kemarahan Tubban As’ad semakin membara ketika seorang dari Bani ‘Adi bin al-Najjar bernama Ahmar membunuh salah satu pengikutnya. Pembunuhan ini terjadi akibat tindakan pengikut Tubban As’ad yang memotong tandan kurma. Setelah melakukan pembunuhan, Ahmar mengungkapkan, “kurma hanya untuk orang yang mengurusnya.” Sebelum perang dimulai, orang-orang Anshar menyatakan kesediaan mereka untuk berperang di siang hari tetapi tetap menyambut Tubban As’ad sebagai tamu di malam hari.
Pernyataan tersebut mengejutkan Tubban As’ad hingga ia berkata, “Demi Allah, sesungguhnya bangsa kami adalah bangsa yang terhormat.”
Ketika peperangan hampir terjadi, dua rabbi Yahudi dari Bani Quraidhah menemui Tubban As’ad. Mereka datang setelah mendengar rencana Tubban As’ad untuk menghancurkan Madinah. Dalam al-Sîrah al-Nabawiyyah dicatat:
“Ketika kedua rabbi itu mendengar rencana Tubban As’ad untuk menghancurkan kota dan penduduknya, mereka berkata kepadanya: ‘Wahai tuan raja, jangan lakukan itu! Jika tuan tetap pada kehendak tuan, akan terjadi pertempuran antara tuan dan Madinah yang tidak akan aman bagi tuan.’ Tubban As’ad bertanya mengapa, dan mereka menjelaskan bahwa Madinah adalah tempat hijrah nabi yang akan muncul dari Quraisy di akhir zaman.”
Mendengar penjelasan tersebut, Tubban As’ad percaya dan mengurungkan niatnya untuk menghancurkan Madinah. Ia sangat mengagumi pengetahuan kedua rabbi tersebut dan akhirnya memeluk agama yang mereka anut serta meninggalkan Madinah.
Dalam al-Raudl al-Unuf syarah al-Sîrah al-Nabawiyyah li Ibni Hisyam, Imam Abdurrahman al-Suhaili mencatat nama kedua rabbi itu sebagai Suhait dan Munabbih:
“Nama dua rabbi itu adalah Suhait dan lainnya, Munabbih.”
Mereka juga menyampaikan bahwa Madinah adalah tempat hijrah seorang nabi yang akan diutus dengan agama Ibrahim.
Setelah mendengar penjelasan kedua rabbi tersebut, Tubban As’ad melantunkan syair keimanannya kepada Nabi Muhammad:
“Aku bersaksi atas Ahmad, sungguh ia adalah nabi dari Allah sang Pencipta nafas. Andai dipanjangkan umurku sampai umurnya, kujadikan diri sebagai pembantu dan sepupunya. Berjihad mengguna pedang melawan musuh-musuhnya, dan kuringankan setiap gelisah dari dadanya.”
Kisah ini menunjukkan bagaimana pengaruh pengetahuan dan kebijaksanaan dapat mengubah keputusan seorang raja serta menyoroti pentingnya hubungan antara pemimpin dan masyarakat.