Piagam Madinah merupakan konstitusi pertama yang tertulis secara resmi dalam sejarah umat manusia. Konstitusi ini mendahului dokumen-dokumen penting lainnya, seperti Magna Carta yang disepakati pada tahun 1215, konstitusi Aristoteles di Athena, serta konstitusi Amerika dan Perancis. Selain dikenal sebagai Piagam Madinah, dokumen ini juga dikenal dengan nama Perjanjian Madinah, Dustur Madinah, dan Shahifah Al-Madinah.
Perjanjian ini adalah kesepakatan damai sekaligus draf perundang-undangan yang mengatur kemajemukan komunitas di Madinah, mencakup berbagai sektor kehidupan seperti politik, sosial, hukum, ekonomi, hak asasi manusia, kesetaraan, kebebasan beragama, pertahanan, keamanan, dan perdamaian. Rasulullah Muhammad SAW memperkenalkan dan melaksanakan kebijakan ini bersama seluruh warga Madinah yang sepakat dengan isi perjanjian tersebut.
Kesepakatan ini melibatkan perwakilan berbagai kelompok di Madinah, termasuk Yahudi Bani Qainuqa, Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah. Dalam prosesnya, Nabi Muhammad pernah mengangkat sekretaris dari kalangan Yahudi untuk mempermudah komunikasi. Namun, setelah terjadi pengkhianatan, sekretaris tersebut diganti dengan Zaid bin Tsabit, menunjukkan bahwa Rasulullah memberi kesempatan yang sama kepada warganya tanpa memandang latar belakang keyakinan.
Melalui Piagam Madinah, Rasulullah memperkenalkan sistem kehidupan yang harmonis bagi masyarakat Madinah yang beragam. Ia meletakkan dasar bagi pembentukan masyarakat madani yang rukun dan damai, dengan mengakomodasi tiga kelompok: Muslim dari kalangan Muhajirin dan Anshar sebagai mayoritas, non-Muslim dari suku Aus dan Khazraj sebagai minoritas, serta kelompok Yahudi.
Salah satu alasan penyusunan Piagam Madinah adalah kondisi sosial masyarakat Madinah yang heterogen serta latar belakang konflik antar suku. Penduduk Madinah, sebelum kedatangan Islam, sering terlibat dalam peperangan antara dua suku besar, Aus dan Khazraj. Dengan Piagam Madinah, Rasulullah berupaya mendamaikan kedua suku tersebut dan menyatukan seluruh penduduk Madinah.
Piagam ini dideklarasikan bersamaan dengan hijrahnya Rasulullah ke Madinah dan menjadi tata hubungan antar kelompok masyarakat. Dalam piagam ini terdapat konsep perlindungan negara yang berlandaskan kerukunan dan perdamaian serta kebebasan beragama. Dalam hal ini, semua warga negara memiliki tanggung jawab untuk menjaga hak masing-masing dan bekerja sama demi keamanan bersama.
Isi Piagam Madinah terdiri dari 47 pasal yang mengatur sistem politik, keamanan, kebebasan beragama, kesetaraan di hadapan hukum, perdamaian, dan pertahanan. Misalnya, seluruh Muslimin dan Yahudi yang terlibat dalam perjanjian dianggap sebagai satu umat yang wajib berjuang bersama dalam menciptakan keamanan nasional. Juga disebutkan bahwa tidak ada pihak yang boleh melanggar ketentuan tanpa seizin pemerintahan Rasulullah.
Piagam Madinah bertujuan untuk menciptakan persatuan umat dan pertahanan nasional. Kaum Muslimin dan Yahudi bersama sekutunya bertanggung jawab dalam menjaga keutuhan dan kedaulatan negara. Keadilan Rasulullah terlihat dalam perlakuan terhadap seluruh penduduk tanpa diskriminasi. Siapa pun yang berbuat zalim harus dihukum sesuai ketentuan yang berlaku.
Dalam waktu singkat, Madinah menjadi kekuasaan yang disegani. Piagam Madinah bukan hanya bertujuan untuk memperkuat posisi kaum Muslimin tetapi juga membangun masyarakat yang damai dan makmur secara hukum dan ekonomi.
Dalam konteks keindonesiaan, Piagam Madinah dapat dipahami sebagai jaminan keberlangsungan dan kebebasan memilih agama dalam masyarakat yang beragam. Meskipun negara tidak mencampuri urusan internal umat beragama, ia tetap melindungi pluralitas keagamaan. Hal ini tercermin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang menekankan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kebebasan beragama dijamin selama tidak melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
Secara keseluruhan, kehadiran negara diharapkan sebagai penjaga kemaslahatan umat dengan tetap merawat keberagaman dan perbedaan dalam kehidupan bersama. Warga negara diberikan kebebasan untuk menjalankan keyakinan masing-masing dalam bingkai ketaatan kepada hukum negara.