Abdul Muthalib adalah pemimpin Makkah dan kaum Quraisy ketika Abrahah, penguasa Yaman, berencana untuk menghancurkan Ka’bah. Ia bertanggung jawab atas akomodasi dan konsumsi (al-Rafadah) serta penyediaan air dan kebutuhan pokok lainnya untuk para peziarah di Ka’bah (al-Siqayah).
Memiliki kepribadian yang kuat, Abdul Muthalib dikenal berani, tegas, setia, dan mampu menahan diri saat menghadapi musuh. Maka, ketika unta miliknya dirampas oleh Abrahah, ia tidak merasa takut untuk menemui sang penguasa Yaman dan meminta kembali untanya.
Abrahah memiliki ambisi besar untuk menghancurkan Ka’bah agar masyarakat Arab beralih kiblat ke Yaman. Ia mendirikan gereja megah bernama Al-Qullais di Ibu Kota Yaman, Sana’a, dengan harapan menarik pedagang untuk datang ke sana daripada ke Makkah selama musim haji.
Setelah menyelesaikan persiapan, Abrahah berangkat menuju Makkah dengan seekor gajah, diikuti oleh pasukannya yang berjumlah delapan hingga dua belas ekor gajah. Ketika tiba di al-Mughammas, sekitar 3,6 kilometer dari Makkah menuju Thaif, Abrahah mendirikan kemah untuk beristirahat.
Karena penunjuk jalannya meninggal, Abrahah mengutus seorang utusan untuk menyampaikan pesan kepada pemimpin suku Quraisy bahwa kedatangannya hanya untuk menghancurkan Ka’bah dan bukan untuk berperang. Namun, jika penduduk Makkah ingin melawan, mereka dipersilakan menemui Abrahah.
Di tengah situasi ini, Abrahah menyita harta benda kaum Quraisy, termasuk 200 ekor unta milik Abdul Muthalib. Merasa tidak terima, Abdul Muthalib mendatangi Abrahah seorang diri dan meminta agar unta-untanya dikembalikan.
Awalnya, Abrahah menghormati Abdul Muthalib, tetapi rasa hormat itu sirna ketika ia mendengar Abdul Muthalib hanya menuntut unta tanpa membahas Ka’bah yang akan dihancurkan. “Aku kagum padamu, tetapi kekagumanku sirna setelah engkau hanya meminta unta tanpa menyinggung rumah yang kami agungkan,” kata Abrahah.
Abdul Muthalib menjawab dengan tegas, “Unta-untaku adalah milikku, sedangkan Rumah itu ada pemiliknya yang akan membelanya.” Mendapatkan balasan tersebut, Abrahah dengan angkuh menyatakan bahwa Pemilik Rumah (Allah) tidak akan bisa menghentikannya. Abdul Muthalib pun mempersilakan Abrahah melanjutkan misinya.
Abrahah akhirnya mengembalikan 200 ekor unta kepada Abdul Muthalib. Unta-unta tersebut kemudian disembelih sebagai persembahan kepada Ka’bah. Dalam momen tersebut, Abdul Muthalib berdoa kepada Allah agar Ka’bah dilindungi dari serangan Abrahah.
Selain itu, Abdul Muthalib juga berusaha melakukan lobi agar Abrahah membatalkan niatnya untuk menghancurkan Ka’bah dengan menawarkan sepertiga kekayaan Tihamah. Namun, Abrahah tetap bersikeras melanjutkan rencananya.
Kembali ke Makkah, Abdul Muthalib merasa cemas karena ia tahu penduduk Makkah tidak mampu menghadapi pasukan Abrahah yang terlatih. Oleh karena itu, ia bertawakkal dan menyerahkan semuanya kepada Pemilik Ka’bah setelah melakukan berbagai upaya.
Ketika Abrahah memerintahkan pasukannya menuju Ka’bah, sesuatu yang aneh terjadi. Gajah yang ditumpangi Abrahah tidak mau bergerak saat diarahkan ke Ka’bah, namun patuh jika diarahkan ke tempat lain. Akhirnya, Allah mengirim burung-burung ababil untuk menyerang Abrahah dan pasukannya. Dalam peristiwa tersebut, mereka tewas mengenaskan sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-Fiil. Misi Abrahah untuk merobohkan Ka’bah pun gagal total.