Zaid bin Tsabit dikenal sebagai salah satu sahabat Nabi Muhammad yang cerdas dan berbakat. Karena kemampuannya, Nabi Muhammad mempercayakan posisi penulis wahyu kepada Zaid. Setiap kali wahyu diturunkan, Nabi Muhammad akan mendiktekannya langsung kepada Zaid, yang kemudian menghafal dan menuliskannya di berbagai media seperti pelepah kurma, kulit hewan, dan batu.
Selain itu, Zaid bin Tsabit juga bertanggung jawab untuk menulis surat-surat bagi Nabi Muhammad. Ketika penerima surat tidak berbahasa Arab, Zaid ditugaskan untuk menerjemahkan surat tersebut ke dalam bahasa yang dimengerti penerima. Hal ini menuntut Zaid untuk menguasai banyak bahasa.
Dalam kitab Hayatush Shahabah karya Syekh Muhammad Yusuf Al-Kandahlawi, diceritakan bahwa Nabi Muhammad pernah memerintahkan Zaid untuk mempelajari aksara Yahudi. Perintah ini muncul ketika seorang anak dari Bani Najjar, suku Yahudi yang tinggal di Jazirah Arab, berhasil menghafal 17 surat Al-Qur’an. Nabi Muhammad merasa takjub setelah mendengar bacaan anak tersebut.
Nabi kemudian meminta Zaid untuk mempelajari aksara Yahudi agar ia dapat menerjemahkan komunikasi dengan orang-orang Yahudi, baik dalam surat-menyurat maupun pidato. “Wahai Zaid, pelajarilah untukku aksara Yahudi, karena demi Allah, aku tidak merasa aman terhadap suratku dari orang Yahudi,” kata Nabi Muhammad.
Zaid bin Tsabit pun belajar aksara Yahudi dan berhasil menguasainya dalam waktu setengah bulan. Ketika Nabi Muhammad ingin mengirimkan surat kepada komunitas Yahudi, Zaid akan menuliskannya dan menerjemahkan surat yang diterima dari mereka.
Tak hanya itu, Nabi Muhammad juga memerintahkan Zaid untuk mempelajari bahasa-bahasa asing lainnya, seperti Bahasa Suryani, karena saat itu Nabi menerima surat dari suku yang berbahasa Suryani. Di tengah ketidakpahaman sahabat-sahabatnya terhadap bahasa tersebut, Nabi Muhammad menanyakan kemampuan Zaid. “Telah datang kepadaku surat, dan aku tidak ingin dibaca sembarang orang. Nah, bisakah engkau (Zaid bin Tsabit) mempelajari aksara Ibrani—atau beliau mengatakan; aksara Suryani?” tanya Nabi.
Zaid menyanggupi permintaan tersebut dan berhasil menguasai bahasa tersebut setelah belajar selama 17 malam.
Dalam mendakwahkan Islam, Nabi Muhammad tidak hanya menyampaikan pesan secara langsung di hadapan umatnya tetapi juga melalui surat-menyurat. Metode ini digunakan untuk mengajak para raja di Jazirah Arab dan sekitarnya agar memeluk Islam. Di antara raja-raja yang pernah menerima surat dari Nabi Muhammad adalah Muqawqis (Raja Qibthi di Mesir), Heraclius (Kaisar Romawi Timur), Raja Najasyi (Penguasa Habasyah), Gassan Jabalah bin Aiham (Raja Thaif), Negus (Penguasa Abessinia), Munzir bin Sawi (Penguasa Bahrain), Kisra (Penguasa Persia), dan lainnya.
Karena tidak semua raja tersebut berbahasa Arab, Nabi Muhammad memerlukan penulis pribadi yang menguasai bahasa-bahasa mereka. Dalam hal ini, Zaid bin Tsabit menjadi sosok yang sangat penting karena kemampuannya dalam berbagai bahasa memungkinkan pesan-pesan Nabi dapat dipahami dengan baik oleh penerimanya.