Strategi kaum kafir Quraisy untuk menghentikan dakwah Islam melibatkan pemboikotan ekonomi dan sosial terhadap Nabi Muhammad serta keluarganya, Bani Hasyim dan Bani Muthalib. Mereka beranggapan bahwa dengan pemboikotan ini, Bani Hasyim dan Bani Muthalib akan terpecah dan menyerahkan Nabi Muhammad. Namun, dugaan tersebut terbukti salah, karena mereka tetap bersatu menghadapi tekanan dari kaum musyrik.
Piagam pemboikotan yang dikeluarkan mencakup empat poin penting: larangan menikah atau menikahkan dengan anggota Bani Hasyim dan Bani Muthalib, larangan jual beli dengan mereka, larangan menerima perdamaian, dan larangan merasa kasihan hingga mereka menyerahkan Nabi Muhammad. Piagam tersebut digantung di dalam Ka’bah dan pemboikotan ini berlangsung selama tiga tahun, meskipun beberapa riwayat menyebutnya dua tahun. Peristiwa ini terjadi pada tahun ketujuh kenabian, saat Sayyidah Khadijah dan paman Nabi, Abu Thalib, masih hidup. Keduanya dikenal sebagai pelindung Nabi dari gangguan kaum musyrik dan ikut terboikot tanpa bisa berbuat banyak.
Selama masa pemboikotan, Sayyidah Khadijah menunjukkan perannya yang sangat signifikan. Terlahir dalam keluarga terhormat, ia menyadari bahwa dampak pemboikotan ini akan menyakiti dirinya. Oleh karena itu, keluarganya, Bani Asad, mengirimkan makanan dan barang kebutuhan lainnya untuknya secara diam-diam pada malam hari agar tidak diketahui oleh kaum Quraisy. Sayyidah Khadijah pun tidak memanfaatkan semua bantuan tersebut untuk dirinya sendiri, melainkan membaginya kepada mereka yang lebih membutuhkan.
Menurut buku “Khadijah Ummahatul Mukminin,” Sayyidah Khadijah juga berkontribusi dalam penghancuran piagam pemboikotan. Dalam suatu kejadian, saudara laki-lakinya, Hakim bin Hizam, yang membawa gandum untuknya dihadang oleh Abu Jahal. Setelah terjadi ketegangan antara keduanya, Hakim diperbolehkan pergi dengan makanan yang dibawanya. Abu Bakhtari bin Hisyam yang melihat kejadian tersebut mengambil tindakan dengan memukul Abu Jahal menggunakan tongkat. Tindakan tersebut memicu pemikiran di kalangan kaum Quraisy untuk membatalkan pemboikotan yang zalim ini.
Setelah Hakim bin Hizam mengirimkan makanan, banyak orang lain mengikuti jejaknya. Hisyam bin Akhi Nahdlah kemudian menggalang kekuatan dengan memprovokasi orang-orang untuk membatalkan piagam pemboikotan. Dia mendatangi Zuhair bin Umayyah dan ibunya serta beberapa tokoh lainnya untuk mendapatkan dukungan. Setelah berdiskusi di puncak Gunung Hajun, mereka sepakat untuk membatalkan pemboikotan tersebut.
Keesokan harinya, Zuhair melakukan thawaf di Ka’bah dan mengajak penduduk Makkah untuk menyadari penderitaan Nabi Muhammad dan keluarganya. Meskipun Abu Jahal menolak permintaan Zuhair, banyak tokoh lainnya menyatakan ketidaksetujuan mereka terhadap piagam tersebut. Mut’im bin Adi kemudian menuju piagam pemboikotan dan menemukan bahwa kertas tersebut telah dimakan rayap, kecuali bagian yang menyebut nama Allah.
Dengan demikian, berakhirlah masa pemboikotan terhadap Nabi Muhammad dan keluarganya. Nabi Muhammad dan Sayyidah Khadijah yang saat itu sedang sakit akhirnya keluar dari lembah Bani Hasyim untuk memulai kehidupan baru.