“Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dan istrinya,” (Surat Al-Baqarah ayat 102). Ayat ini menjadi salah satu dalil bahwa sihir adalah hal yang nyata, sama seperti perkara ghaib lainnya. Sihir merupakan upaya yang dilakukan manusia dengan meminta bantuan setan untuk mencelakai orang lain, dan ayat tersebut menunjukkan bahwa sihir dapat menyebabkan perceraian antara suami dan istri.
Praktik sihir telah ada sejak ribuan tahun lalu. Kebencian dan sakit hati sering kali menjadi motivasi seseorang untuk mengirimkan sihir. Metode yang digunakan oleh para tukang sihir untuk mencelakai korban sangat beragam, mulai dari menggunakan rambut, pakaian, gambar, dan berbagai benda lainnya. Sihir bisa menimpa siapa saja, bahkan Nabi Muhammad pun pernah menjadi korban.
Dalam riwayat yang disampaikan oleh Asy-Syaikhan dalam Bukhari dan Muslim, diceritakan bahwa Nabi Muhammad pernah disihir oleh Labid Al-Asham. Suatu ketika, beliau mengalami halusinasi seolah-olah telah melakukan sesuatu, padahal sebenarnya tidak. Beliau kemudian menyampaikan kepada Sayyidah Aisyah bahwa Allah telah memberikan jawaban atas pertanyaannya melalui dua malaikat.
Nabi Muhammad menjelaskan, “Aku kedatangan dua laki-laki, salah seorang duduk di sisi kepalaku, seorang lainnya duduk di sisi kakiku.” Salah satu malaikat tersebut menginformasikan bahwa Nabi Muhammad terkena sihir yang dilakukan oleh Labid bin Al-Asham. Sihir tersebut dibuat menggunakan sisir, rambut Nabi, dan kulit mayang kurma jantan, lalu disembunyikan di bawah batu di dalam sumur Dzarwan.
Keesokan harinya, Nabi Muhammad memerintahkan Ammar bin Yasir dan beberapa sahabat untuk mendatangi sumur tersebut. Mereka menemukan air sumur berwarna merah kecokelatan mirip dengan air perasan daun pacar, dan kepala mayang kurma terlihat menyerupai kepala setan. Dalam satu riwayat dijelaskan bahwa gulungan sihir dibiarkan di dalam sumur karena Nabi Muhammad tidak ingin menyebarkan keburukan dan Allah telah menyembuhkannya. Beliau kemudian memerintahkan agar sumur Dzarwan ditutup.
Namun, ada juga riwayat yang menyebutkan bahwa gulungan sihir tersebut diangkat dari dalam sumur. Setelah dibakar, terlihat tali dengan sebelas simpul yang sulit dibuka. Pada saat itu, wahyu Surat Al-Falaq dan An-Nas (muawwidzatain) turun kepada Nabi Muhammad. Setiap kali Nabi membaca kedua surat itu, satu simpul tali terbuka hingga semua simpul terurai.
Sejak saat itu, Nabi Muhammad rutin membaca muawidzatain sebelum tidur untuk melindungi diri dari hal-hal yang tidak diinginkan seperti sihir. Jika beliau sakit parah, Sayyidah Aisyah membacakan surat-surat tersebut dan mengusapkan tangan pada tubuh beliau.
Menurut Said Ramadhan Al-Buthy dalam The Great Episodes of Muhammad SAW (2017), sihir yang menimpa Nabi Muhammad hanya berdampak pada jasad luarnya, tidak sampai menyerang hati, akal, dan keimanannya. Meskipun Nabi maksum, ini tidak berarti beliau terhindar dari penyakit atau faktor manusiawi lainnya.
Oleh karena itu, Nabi Muhammad merasakan penderitaan saat terkena sihir seperti halnya manusia lainnya. Ketika seseorang sakit keras, wajar jika ia mengalami khayalan atau bayangan akibat sakit tersebut. Begitu pula yang dialami Nabi, beliau membayangkan telah melakukan sesuatu padahal sebenarnya tidak.
Al-Buthy menegaskan bahwa terkena sihir bukanlah aib atau kekurangan pada Nabi Muhammad. Sekali lagi, beliau maksum dalam menyampaikan syariat Allah, tetapi kemaksumannya tidak berlaku dalam hal-hal duniawi seperti sakit, lapar, atau haus. “Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudarat dengan sihirnya kepada seorang pun kecuali dengan izin Allah,” (Surat Al-Baqarah ayat 102).