- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Strategi Pemboikotan Ekonomi Kaum Musyrik Makkah terhadap Nabi Muhammad

Google Search Widget

Kaum musyrik Makkah melakukan berbagai cara untuk menghentikan dakwah Nabi Muhammad, salah satunya dengan memblokade dan memboikot secara ekonomi. Kejadian ini berlangsung pada tahun ketujuh kenabian, saat Sayyidah Khadijah dan Abu Thalib masih hidup, dan keduanya turut terboikot tanpa bisa berbuat banyak.

Tujuan utama dari pemboikotan ini adalah untuk memecah belah keluarga besar Bani Hasyim dan Bani Muthalib, klan Nabi Muhammad. Kaum musyrik berharap strategi ini akan menarik orang-orang dari dua bani tersebut yang tidak percaya pada Nabi untuk bergabung dengan mereka. Namun, dugaan mereka meleset. Sebaliknya, Bani Hasyim dan Bani Muthalib, kecuali Abu Jahal, semakin solid dan bersatu menghadapi pemboikotan ini. Hal ini mencerminkan karakteristik masyarakat Arab pada masa itu, yang memiliki solidaritas kuat antar satu keluarga.

Para tokoh musyrik menulis piagam pemboikotan yang melarang siapa pun berinteraksi, baik secara ekonomi maupun sosial, dengan Nabi Muhammad. Piagam ini digantung di dalam Ka’bah sejak bulan Muharram tahun ketujuh kenabian. Isi piagam tersebut menyatakan: “Tidak ada bantu-membantu, tidak ada jual-beli, tidak juga kawin-mawin. Tidak ada damai sampai pendukung-pendukung Muhammad bersedia menyerahkan beliau secara suka-rela untuk dicegah berdakwah atau untuk dibunuh.” Dalam satu riwayat, naskah kesepakatan ini ditulis oleh Manshur bin Ikrimah, sementara riwayat lain menyebutkan Baghid bin Amir.

Akibat piagam tersebut, semua orang dilarang memberikan bahan makanan kepada Nabi Muhammad dan keluarganya. Mereka bahkan terpaksa memakan dedaunan untuk mengatasi rasa lapar. Meski demikian, masih ada pihak-pihak yang tidak tega, sehingga mereka secara sembunyi-sembunyi mengirimkan makanan kepada Nabi Muhammad, yang kemudian diprioritaskan untuk anak-anak yang kelaparan.

Pemboikotan dan blokade ekonomi ini berlangsung selama tiga tahun, meskipun beberapa riwayat menyebutkan dua tahun. Di satu sisi, pemboikotan ini menyebabkan Nabi dan keluarganya mengalami penderitaan serta menghambat perkembangan dakwah Islam. Namun di sisi lain, pemboikotan ini juga menimbulkan simpati masyarakat terhadap Nabi dan membuka mata umum tentang kehadiran Islam yang menyerukan akhlak mulia.

Setelah umat Muslim hijrah ke Madinah, perang ekonomi kembali terjadi. Mereka harus meninggalkan seluruh harta benda di Makkah, dan kaum musyrik mengambil alih harta tersebut. Selain itu, mereka juga melarang kaum Muslim membawa harta saat berhijrah.

Contoh nyata dari tindakan kaum musyrik adalah kasus Shuhaib al-Rumi. Dikisahkan bahwa Shuhaib dikejar dan diancam saat hendak berhijrah ke Madinah. Kaum musyrik baru membiarkan Shuhaib pergi setelah semua harta kekayaannya dirampas.

Dalam dua perang ekonomi ini, kaum Muslim mengalami kerugian besar. Mereka kehilangan akses ekonomi dan semua kekayaan mereka diambil secara paksa. Oleh karena itu, tidak heran jika Nabi Muhammad melakukan ‘serangan balasan’ ketika kekuatan umat Islam di Madinah semakin kokoh.

Seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an Surat al-Quraisy, orang-orang Quraisy Makkah memiliki kebiasaan bepergian pada musim dingin dan musim panas untuk berdagang. Musim panas mereka menuju utara, ke Suriah dan Irak, sementara saat musim dingin mereka ke selatan. Hal ini dimanfaatkan Nabi Muhammad untuk melakukan sabotase terhadap jalur perdagangan kaum musyrik Makkah. Dengan cara ini, mereka tidak dapat lagi bepergian ke Irak dan Suriah tanpa izin kaum Muslim.

Kesepakatan ini mengancam keamanan kaum musyrik Makkah dan berdampak negatif terhadap perdagangan mereka. Seiring waktu, mereka melakukan perlawanan terhadap kaum Muslim. Namun Nabi Muhammad sigap menghadapinya sehingga perlawanan tersebut dapat ditangani. Meski begitu, penentangan terus berlanjut hingga akhirnya pecah Perang Badar.

Perang Badar lebih bersifat perang ekonomi daripada perang terbuka. Beruntungnya, umat Islam berhasil menang dalam perang ini sehingga ekonomi kaum musyrik Makkah semakin terpuruk. Rute perdagangan mereka ke Irak dan Suriah terputus, dan setelah Perang Badar, mereka mencari rute baru yang selalu berhasil digagalkan oleh pasukan umat Islam.

Tujuan Nabi Muhammad mengirim pasukan ke jalur perdagangan kaum musyrik adalah untuk melakukan blokade ekonomi. Beliau ingin memberikan dampak psikologis dan material kepada kaum musyrik Makkah agar mereka mempertimbangkan kembali sikap mereka terhadap kaum Muslim.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

March 10

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?