Umair bin Sa’ad, seorang sahabat muda dari kalangan Ansar, dikenal sebagai sosok yang taat beribadah. Meskipun masih belia, ia selalu berada di barisan terdepan saat shalat dan berperang, mendambakan syahid di jalan Allah. Di usia sekitar 10 tahun, Umair telah menjadi yatim piatu setelah kehilangan ayahnya, Sa’ad, dalam sebuah pertempuran.
Ketika umat Muslim Madinah bersiap menghadapi Perang Tabuk melawan pasukan Romawi, keadaan sangat genting. Nabi Muhammad menyerukan kepada seluruh umat Islam untuk berpartisipasi dalam perang dan menyumbangkan apa pun yang mereka miliki. Dalam situasi sulit itu, meskipun banyak yang bersatu untuk mendukung persiapan perang, sekelompok kaum munafik berusaha memecah belah persatuan umat. Salah satu tokoh kaum munafik tersebut adalah Julas bin Suwaid, yang merawat Umair setelah kematian ayahnya.
Julas, yang meskipun telah memeluk Islam, sering meragukan kebenaran Nabi Muhammad. Dalam sebuah pembicaraan, ia mengatakan hal yang merendahkan tentang Nabi. “Jika yang diucapkan Muhammad itu benar, niscaya kita lebih buruk dibandingkan keledai,” ungkapnya. Mendengar perkataan Julas, Umair merasa marah dan tidak bisa menerima penghinaan terhadap Nabi.
Ketika Julas meminta agar Umair tidak melaporkan ucapannya kepada siapa pun, Umair merasa bimbang. Akhirnya, setelah mempertimbangkan dengan matang, ia memutuskan untuk menemui Nabi Muhammad dan melaporkan kemunafikan Julas. Nabi kemudian memanggil Julas untuk mengklarifikasi ucapannya. Namun, Julas membantah dan bersumpah bahwa ia tidak pernah mengucapkan kata-kata tersebut.
Dalam situasi sulit ini, Umair merasa terpojok karena banyak yang lebih percaya pada pernyataan Julas. Namun, Allah kemudian menurunkan wahyu Al-Qur’an Surat at-Taubah ayat 74 yang membenarkan laporan Umair. Ayat tersebut menegaskan bahwa orang-orang munafik bersumpah dengan nama Allah tetapi sebenarnya telah mengucapkan kata-kata kufur.
Kedatangan wahyu ini menjadi berita gembira bagi Umair. Ia merasa bahwa apa yang dilaporkannya telah diakui oleh Allah, sehingga Julas tidak bisa lagi mengelak. Akhirnya, Julas mengakui kesalahannya dan bertobat. Nabi Muhammad pun memberikan pujian kepada Umair: “Telingamu bisa dipercaya wahai anak muda. Tuhan membenarkanmu.”
Kisah Umair bin Sa’ad menggambarkan keberanian dan keteguhan seorang pemuda dalam mempertahankan kebenaran di tengah tantangan yang berat. Ketaatannya kepada Allah dan Rasul-Nya menjadi teladan bagi umat Islam dalam menegakkan keadilan dan kebenaran.