Ketika berada di Mina, Nabi Muhammad memotong rambut, mengganti pakaian, dan menggunakan wewangian. Beliau kemudian menuju ke Makkah untuk melaksanakan thawaf ifadhah dan meminum air zamzam. Setelah itu, Nabi Muhammad kembali ke penginapannya di Mina. Di sana, beliau mengulangi sebagian khutbah yang disampaikan di Arafah beberapa hari sebelumnya.
Selama khutbah di Mina, banyak sahabat yang mengajukan pertanyaan seputar masalah haji, mulai dari lupa mengerjakan jumrah, thawaf, hingga mencukur rambut sebelum menyembelih. Nabi Muhammad menjawab sebagian besar pertanyaan tersebut dengan “tidak mengapa.” Jika mereka lupa melakukan hal-hal tertentu, beliau meminta mereka untuk segera melaksanakannya.
Nabi Muhammad tinggal cukup lama di Mina, yaitu selama tiga malam, dari hari kesepuluh (hari nahar) hingga tiga hari setelahnya (hari tasyrik). Setiap hari pada hari-hari tasyrik, beliau melontar 21 batu kerikil untuk masing-masing Jumrah (Ula, Wustha, dan Aqabah). Selama di Mina, beliau juga menjama’ shalat Dzuhur dengan Ashar dan shalat Maghrib dengan Isya serta meng-qashar shalat yang memiliki empat rakaat.
Setelah tiga hari di Mina, Nabi Muhammad kembali ke Makkah untuk melaksanakan thawaf wada’. Namun, di tengah perjalanan, beliau berhenti di al-Abthag, yang sekarang dikenal sebagai al-Muhashhab. Di sana, Nabi melaksanakan shalat Dzuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya. Beliau juga mengumumkan rencana untuk kembali ke Madinah setelah melaksanakan thawaf wada’ dan shalat Shubuh di Masjidil Haram.
Sementara itu, 300 pasukan berkuda yang dipimpin oleh Ali bin Abi Thalib yang diutus Nabi Muhammad untuk menaklukkan Yaman mendekati Makkah dari selatan setelah berhasil menjalankan misi mereka. Di sinilah terjadi perselisihan di antara mereka. Ali bin Abi Thalib menegaskan bahwa tidak boleh ada yang menyentuh harta pampasan perang sebelum ghanimah diserahkan kepada Nabi Muhammad terlebih dahulu.
Namun, ketika Ali tidak ada, penanggung jawab yang ditugaskan untuk menjaga ghanimah dibujuk untuk memberikan baju dari ghanimah kepada para pasukan. Di antara seperlima bagian yang ditetapkan dari ghanimah terdapat baju yang cukup untuk mereka. Mereka ingin mengenakan baju yang layak saat memasuki Kota Makkah, mengingat selama beberapa bulan mereka jauh dari rumah dan pakaian mereka sudah tidak layak.
Ketika pasukan tiba di gerbang Kota Makkah, Ali bin Abi Thalib terkejut melihat mereka mengenakan baju dari ghanimah tersebut. Ia kemudian meminta mereka untuk mengganti dengan baju lama mereka. Beberapa pasukan merasa tidak terima dengan kebijakan Ali tersebut. Situasi ini berlangsung hingga mereka dalam perjalanan pulang ke Madinah bersama Nabi dan rombongan hajinya.
Setibanya di Ghadir Khum, sekitar 187 kilometer dari Makkah, pada Ahad, 18 Dzulhijjah, semua orang dikumpulkan. Nabi Muhammad kemudian menyampaikan khutbah tentang keutamaan Ali bin Abi Thalib dan menyangkal tuduhan bahwa Ali berlaku tidak adil dalam pembagian ghanimah. Beliau menyatakan bahwa Ali adalah orang yang sangat berhati-hati dalam menjalankan perintah Allah sehingga mengeluarkan kebijakan tersebut.
“Barang siapa yang dekat denganku, maka ia juga dekat dengan Ali. Ya Allah, jadikanlah sahabat-Mu siapa saja yang menjadi sahabatnya, dan musuhilah siapa saja yang memusuhinya,” kata Nabi Muhammad sambil memegang tangan Ali bin Abi Thalib. Setelah itu, keluhan terhadap Ali bin Abi Thalib pun berhenti.