- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Ka’bah: Sejarah dan Pembangunan yang Berulang

Google Search Widget

Ka’bah adalah bangunan berbentuk kubus yang menjadi pusat ibadah bagi seluruh umat Islam di seluruh dunia. Ia dikenal sebagai baitullah (rumah Allah) di bumi ini, didirikan pertama kali atas nama Allah untuk menyembah dan menyesakan-Nya.

Pendirian Ka’bah pertama kali dilakukan oleh Nabi Ibrahim as., dibantu oleh anaknya, Nabi Ismail as. Mereka membangun Ka’bah sesuai dengan perintah Allah, seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 127: “Dan ingatlah ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa), ‘Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amal kami). Sungguh Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.’”

Bahan bangunan Ka’bah pada saat itu diambil dari lima gunung, yaitu gunung Thursina (Sinai), Thurzita, Libnan, Judi, dan gunung Nur. Proses akhir pembangunan ditandai dengan peletakan Hajar Aswad di pojok tenggara Ka’bah.

Seiring waktu, Ka’bah mengalami beberapa bencana seperti banjir dan kebakaran, yang menyebabkan kerusakan pada bangunan dan dindingnya. Berdasarkan buku “The Great Episodes of Muhammad saw.” oleh Dr. Said Ramadhan al-Buthy (2017), para ulama sepakat bahwa Ka’bah telah mengalami pembangunan atau rehabilitasi sebanyak empat kali.

Pembangunan pertama dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Sesuai dengan QS al-Baqarah di atas, Nabi Ibrahim membangun Ka’bah atas perintah Allah dengan tinggi 7 hasta, panjang 30 hasta, dan lebar 22 hasta. Beberapa pendapat menyebutkan tinggi Ka’bah adalah 9 hasta, dan saat itu Ka’bah belum dilengkapi atap.

Pembangunan kedua dikerjakan oleh kaum Quraisy. Beberapa tahun sebelum Muhammad diangkat menjadi Nabi, banjir bandang menerjang Makkah hingga menyebabkan sebagian dinding Ka’bah roboh. Kaum Quraisy kemudian membangunnya kembali, dengan Nabi Muhammad yang saat itu berusia sekitar 35 tahun turut serta dalam proses tersebut. Beliau mengangkut batu di atas pundaknya dengan beralaskan kain dan sempat tersungkur saat membawa batu-batu tersebut.

Setelah pembangunan selesai, terjadi perselisihan antara suku-suku mengenai siapa yang berhak meletakkan Hajar Aswad ke tempatnya. Nabi Muhammad mengusulkan agar Hajar Aswad ditaruh di atas selembar kain dan setiap perwakilan suku memegang ujung kain tersebut untuk menempatkannya kembali. Usul ini diterima oleh semua pihak.

Pada pembangunan kedua ini, Ka’bah ditinggikan hingga 18 hasta, namun panjangnya dikurangi menjadi sekitar 6,5 hasta (dari sebelumnya 30 hasta) dan dibiarkan dalam area Hijir Ismail. Nabi Muhammad ‘tidak sepakat’ dengan perubahan ini karena mengubah posisi Ka’bah sebagaimana ketika dibangun Nabi Ibrahim. Namun, beliau memilih untuk mengutamakan kepentingan masyarakat daripada memperdebatkan kebenaran sejarah.

Ketiga, pembangunan Ka’bah dilakukan pada masa Khalifah Yazid bin Muawiyah. Pada akhir tahun ke-36 H, pasukan Yazid menyerbu Abdullah bin Zubair dan pengikutnya di Makkah, yang menyebabkan sebagian besar dinding Ka’bah roboh dan terbakar. Abdullah bin Zubair meminta saran terkait pembangunan Ka’bah, apakah cukup membangun bagian yang rusak atau meratakan semuanya terlebih dahulu. Setelah menerima beberapa usulan, ia memutuskan untuk meratakan Ka’bah dengan tanah dan membangun tiang-tiang di sekelilingnya.

Abdullah bin Zubair menambah tinggi bangunan Ka’bah sebanyak 10 hasta dan membuat dua pintu; satu untuk masuk dan satu untuk keluar. Ia berani melakukan perubahan ini karena mengikuti hadits Nabi Muhammad yang menyatakan tentang pentingnya kembali ke bentuk asli.

Keempat, pembangunan Ka’bah dilakukan setelah Abdullah bin Zubair wafat. Setelah kematiannya, al-Hajjaj melaporkan kepada Khalifah Dinasti Umayyah saat itu, Malik bin Marwan, bahwa Ibnu Zubair telah mendirikan pondasi Ka’bah yang diperselisihkan oleh para pemuka Makkah. Malik bin Marwan memerintahkan al-Hajjaj untuk meratakan dan membangun kembali Ka’bah seperti sebelum perubahan yang dilakukan oleh Abdullah bin Zubair.

Ada juga pendapat yang menyebutkan bahwa pembangunan Ka’bah dilakukan sebanyak lima kali, dengan pendirian pertama oleh Nabi Adam as. Namun, riwayat ini dianggap dhaif karena salah satu perawinya tidak dapat dipercaya. Pendapat lain menyebutkan bahwa Nabi Syits as. adalah yang pertama mendirikan Ka’bah, tetapi riwayat ini juga dianggap dhaif. Waallahu ‘Alam.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

November 22

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?